01. Rainy day
🔞 cw // nsfw, kinda rape
Langit kelabu bergemuruh, menumpahkan air mata yang telah lama ia pupuk.
Bahkan derasnya air hujan membuat suara pekikan dan raungan anak manusia terdengar bagai cicitan yang tak berarti.
Kamu, seorang gadis yang beberapa bulan ini bekerja sebagai asisten dari CEO muda bernama Nanami Kento, dihadapkan dengan situasi yang tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya.
“Kamu pikir saya nggak tau?” ujar Nanami sembari mencengkram rahangmu dengan sebelah tangannya yang kekar.
Jantungmu berdegup, kamu tidak tahu kesalahan apa yang telah kamu perbuat hingga membuatnya tampak marah seperti itu sampai-sampai ia yang dasarnya tidak suka skinship itu menyentuh wajahmu.
“Kamu selalu menatap saya dengan tatapan nakal, (y/n). Membayangkan adegan cabul dengan saya, hm?” sambungnya.
“S–saya nggak pernah—” ia melumat bibirmu, memaksamu untuk menghentikan pembelaanmu.
Kamu memang mengaguminya, bohong rasanya jika kamu tidak tertarik dengannya. Bagaimana bisa kamu lepas dari pesona seorang Nanami Kento? CEO muda dengan paras rupawan dan tubuh atletis yang menggoda iman.
Meski begitu, kamu tidak pernah membayangkan tindakan cabul dengannya. Hanya berharap kamu dapat berkencan dengan lelaki yang sama rupawannya dengan dia.
Kamu berusaha mendorong tubuhnya yang kokoh, namun nihil. Lidahnya malah makin liar menjelajahi area mulutmu.
Ciuman itu berakhir kala ia menggigit bagian bawah bibirmu, membuat cairan merah kental mengalir hingga mengotori kemeja putih yang saat itu kamu kenakan.
“Manis,” celetuknya sembari menjilat cairan merah kental yang menempel pada bibirnya.
Merasa takut, kamu mengambil beberapa lembar tisu untuk mengelap cairan yang terus mengalir dari bibirmu dan beranjak untuk keluar dari mobil itu meski hujan belum juga reda.
“Saya permisi,” pamitmu setelah melepas sealt belt.
“Masih hujan deras,” balas Nanami sembari melepas dasi hitam bercorak hexagonal dan kembali mengunci pintu mobilnya.
“Saya bisa neduh sambil nunggu taxi, Pak.” kamu masih bersikukuh untuk keluar.
Nanami tertawa renyah, “Di mana kamu bisa berteduh di tempat sepi penduduk begini?”
“Atau kamu sengaja mau menggoda saya? Memamerkan lekuk tubuhmu dengan pakaian transparan dibawah air hujan?” imbuhnya.
“Enggak, saya nggak pernah berpikir begitu” elakmu.
“Tapi yang akan kamu lakukan seperti itu, (y/n). Butuh bukti akan setransparan apa pakaianmu saat basah?” tanyanya sembari menatapmu dengan tatapan yang sulit kamu artikan.
Dicengkramnya kedua tanganmu dan mengikatnya menggunakan dasi hitam miliknya, membuatmu meronta kesakitan. Namun ikatan itu malah makin ia kencangkan.
“Lepa–” Nanami tidak mengizinkanmu berbicara, lagi-lagi ia melumat bibirmu.
Tangan kirinya masih setia mencengkram kedua tanganmu meski ia telah mengikatnya kuat-kuat. Dan sebelah tangannya lagi ia gunakan untuk menekan kepalamu, membuat ciuman itu makin intense hingga oksigen rasanya kian menipis.
Tanpa sadar, buliran bening keluar dari pelupuk matamu. Kepalamu pun mulai terasa pusing, tidak mampu lagi untuk berpikir rasional dan mulai hanyut dalam ciuman yang memabukkan itu.
Dapat kamu rasakan tangan kekar Nanami tengah menggerayangi tubuhmu dan berhenti pada dua gundukan lembut di dadamu. Sesekali ia meremasnya, membuat tubuhmu terasa seolah tersengat aliran arus listrik.
Kini kamu tahu akan makna dari tatapannya tadi, itu adalah tatapan penuh nafsu yang sulit untuk dihentikan.
Nanami mengakhiri ciuman yang panjang itu dengan kecupan singkat pada bibirmu yang terlihat sedikit membengkak.
Ia tersenyum simpul, lalu membisikkan sesuatu padamu hingga membuat tubuhmu merasakan sensasi aneh yang sebelumnya belum pernah kamu rasakan.
“Ciuman tadi terlalu panas ya? Liat, keringatmu sampai bikin kemejamu transparan. You look so sexy with that underwear, (y/n). But, you look more hotter without them.” bisiknya sembari melepas kancing kemejamu satu persatu dan juga melepas pengait bramu.
“Cute,” ujarnya kala menyentuh putingmu yang telah berereksi, membuatmu melenguh tanpa sadar.
“Saya mohon, berhent– akhhh–” erangmu ketika Nanami mulai menjilati puting payudaramu dan memainkan payudaramu yang lain dengan sebelah tangannya.
“Kamu suka kalau bagian ini dimanjakan ya?” tanyanya.
“Eng– hhhh~” kamu tidak sanggup bicara. Sensasi nikmat yang baru pertama kali kamu rasakan membuat kepalamu terasa kosong.
Melihatmu yang mulai menikmati, ia melepas cengkramannya dan mulai menjelajahi bagian bawah tubuhmu.
“Baru memanjakan bagian atas aja kamu udah sebasah ini?” ujarnya sembari menyeringai lalu mulai menghisap puting payudaramu layaknya seorang bayi yang haus akan asi ibunya.
Sedang kedua tangannya yang kekar sibuk menggerayangi bagian bawah tubuhmu yang sensitif, membuatmu menggelinjang dan mengeluarkan suara-suara aneh yang bahkan kamu sendiri tidak memahaminya.
Kedua jari tangannya yang hangat mulai memasuki celah celana dalammu yang telah basah, membuatmu terkejut hingga menjepit tangannya menggunakan kedua pahamu.
“Saya mohon, berhenti..” ujarmu dengan suara parau.
Nanami mengalihkan pandangannya dan mulai menatap wajahmu serta sekujur tubuhmu dengan pakaian yang sangat berantakan karena ulahnya.
Cahaya temaram yang bersinar di pinggir jalan yang sepi itu membuat kulitmu yang dipenuhi peluh tampak mengkilap. Wajah sembabmu dan racauan yang terus saja kamu lontarkan malah makin membuatnya bergairah untuk mengganyangmu saat itu juga.
Ia nenarik tangannya dari apitan kedua pahamu, lalu merapikan rambutnya yang mulai menutupi dahinya ke sisi belakang, “Kenapa saya harus berhenti padahal kamu sendiri yang terlihat paling menikmati?” tanyanya.
Kamu masih menyangkalnya dalam hati. Bagaimana bisa kamu menikmati perlakuan tidak senonoh dari laki-laki yang tidak mencintaimu?
Kamu sangat menjaga dirimu, berniat memberikannya untuk seseorang yang kamu cintai dan begitu pula sebaliknya. Lalu menghabiskan waktu yang panas dan bergairah itu dengan penuh cinta, tidak dengan nafsu semata seperti saat ini.
Nanami mulai melepas ikat pinggangnya, ingin membebaskan kepunyaannya yang terasa sesak di dalam sana.
Dengan sisa keberanian dan tenagamu yang telah menguap entah kemana, kamu pun membuka kunci pintu mobil dan berusaha keluar meski tanganmu terikat.
Untung saja Nanami tidak mengikat kedua tanganmu di belakang, sehingga kamu masih mampu menggunakannya. Tapi tetap saja, ini pun sudah sangat menyulitkan dan membuatmu kesakitan.
Air hujan masih turun dengan deras, menemani tangismu dan ketakutanmu saat itu.
Kamu terus berlari tanpa tujuan, berharap menemukan tempat untuk bersembunyi dari Nanami yang tengah mengejarmu layaknya sipir yang mengejar tawanannya.
Namun, kakimu terasa kian melemas hingga jatuh tersungkur beberapa kali di jalan beraspal yang basah . Saat itu kamu hanya berharap akan adanya pertolongan yang mendatangimu.
Setelah tersungkur untuk kali ke lima, kamu tidak sanggup bangkit. Tubuhmu terasa berat dan hawa dingin terasa merasuk hingga tulang.
Kamu menunduk, menyadari pakaianmu yang tampak kacau karena ulah laki-laki itu.
Kemeja putih yang tadi pagi kamu kenakan dengan rapi, kini tidak terkancing dengan sempurna, memamerkan kedua buah dadamu yang putingnya sedikit memerah akibat hisapan yang kamu terima tadi. Bahkan warna putih kemejamu kini berwarna senada dengan kulitmu, kemeja itu tampak transparan seperti yang Nanami katakan sebelumnya.
Kamu mendengar suara mobil yang berhenti di dekatmu, membuat napasmu tercekat. Kedua tanganmu yang masih terikat, kamu rapatkan untuk menutupi buah dadamu sembari berharap orang itu bukanlah Nanami.
Pemilik mobil itu pun turun, membawa payung dan berjalan menghampirimu lalu berjongkok di hadapanmu.
Ia tidak melontarkan pertanyaan, mungkin melihatmu yang tampak kacau itu sudah cukup jelas baginya hingga tidak perlu menanyakan hal lain.
“Ingin singgah di kediaman saya dulu? Sampai kamu pulih,” tawar lelaki itu dengan suaranya yang dalam.
Kamu memberanikan diri untuk melihat wajah lelaki itu. Ia tampak seperti malaikat tak bersayap, yang masih menampilkan senyum tulusnya pada wanita menyedihkan sepertimu.
Kamu tidak lekas menjawabnya, hingga seorang yang sangat ingin kamu hindari mulai meneriakkan namamu.
Benar, itu adalah suara Nanami yang sedari tadi mengejarmu.
“Tolong, izinkan saya singgah disana..” pintamu dengan suara bergetar.
Lelaki itu pun membantumu berdiri dan membawamu masuk ke dalam mobil hitamnya. Dengan baik hatinya, ia menutupi tubuhmu dengan jas hitamnya. Setelahnya, ia melajukan mobilnya, meninggalkan Nanami di belakang sana.
—tbc
“Persona”