03. Stay with me
Suguru memasuki ruang kerja peribadinya yang berada di dalam kediamannya dengan senyuman yang mengembang di wajah tampannya. Dilihatnya seorang lelaki berpakaian formal, lengkap dengan jas dan sepatu pantofel hitam mengkilapnya, tengah menunggu di sofa. Ia tampak sibuk dengan tombol keyboad pada laptopnya, hingga jari jemarinya tidak berhenti menari di atas papan ketik tersebut.
“Kau sudah datang?” tanya Suguru berbasa-basi.
Lelaki itu pun menghentikan aktifitasnya dan bangkit untuk membungkukkan tubuhnya, guna menunjukkan hormatnya pada sang pemilik rumah. Namun, Suguru segera menghentikannya.
“Udah berapa kali saya bilang? Jangan terlalu kaku begitu,” ujar Suguru sembari menepuk bahu lelaki itu. Ia pun mengangkat kembali kepalanya dan beralih melihat raut wajah Suguru yang tampak berbeda dari biasanya.
“Anda terlihat bahagia sekali. Menemukan hal menarik?” tebaknya.
Mendengar itu, Suguru mengerling padanya layaknya anak kecil yang ingin meminta mainan kepada kedua orang tuanya.
“Sepertinya begitu,” jawab Suguru, ambigu.
“Hiromi, boleh saya minta tolong padamu?” tanyanya kemudian.
Lelaki yang bernama Hiromi itu pun menjawab, “Tentu boleh. Anda membayar saya untuk apa jika saya menolaknya?”
Suguru tertawa, “Barangkali kau sibuk memecahkan kasus dari klien mu yang lain?” balasnya. Lelaki yang bernama Higuruma Hiromi, atau yang biasa disapa Hiromi itu adalah lawyer pribadi Suguru sekaligus tangan kanannya yang sangat ia percayai.
Tidak hanya cakap, ia pun orang yang sangat rapi dan teliti dalam menjalankan tugasnya. Meski gaji yang ia terima dari Suguru cukup besar dan memiliki nama yang terpandang di bidang hukum, terkadang ia turut membantu rakyat kecil yang membutuhkan bantuannya untuk memperjuangkan keadilan yang mengkerucut kebawah itu.
Suguru tahu bagaimana karakter setiap orang yang bekerja padanya, tak terkecuali Hiromi. Ia menjunjung sekali rasa keadilan dan pikirannya selalu tertanam untuk membela siapapun yang patut dibela, dan mengadili siapapun yang terbukti bersalah. Bagi Suguru, itu adalah hal yang baik walau seringkali membuatnya kerepotan.
“Tapi, perintah Anda adalah yang utama untuk saya,” jawab Hiromi.
“Kalau begitu, tolong siapkan kontrak kerjasama dengan perusahaan Kento.” titah Suguru.
“Ada apa?” tanya Hiromi yang tampak kebingungan.
“Saya ingin memutuskan kontrak kerjasama. Jadi, saya ingin kita membahas isi kontraknya untuk menaksir kerugian materi dan dampak dari pemutusan kontrak ini,” jelas Suguru.
“Besok kau bisa datang kesini lagi. Hari ini saya ada keperluan lain,” tambahnya.
“Anda tidak ke kantor?”
“Saya akan ke kantor kalau ada meeting penting. Sisanya bisa saya kerjakan dari rumah,” jawab Suguru sembari terkekeh.
“Ah, iya. Tolong atur jadwal pertemuan dengan pihak perusahaan itu ya,” titahnya lagi.
“Baik, Tuan. Saya permisi,” pamit Hiromi.
Setelahnya, Hiromi keluar dan bergegas pergi dari kediaman Suguru untuk kembali ke kantornya. Ada perasaan aneh yang mengganjal pikirannya mengenai orang itu, namun ia segera menepisnya.
Kamu termangu di depan kaca rias, melihat luka di bibirmu yang menyiksa hingga membuatmu kehilangan selera makan. Padahal sang tuan rumah sudah berbaik hati memuliakan tamunya dengan menyajikan berbagai makanan enak untuk kamu nikmati.
Suara ketukan pada pintu kamarmu membuyarkan lamunanmu, “Ada di dalam?” tanya seseorang dari balik pintu.
Tanpa melihat pun kamu sudah tahu siapa pemilik suara baritone itu, sehingga kamu segera beranjak untuk membukakannya pintu dan memperlihatkan sosok Suguru yang tengah berdiri di depan pintu kamarmu, mengenakan celana bahan berwarna abu dan kemeja putih gading yang dua kancing teratasnya dibiarkan terbuka.
“Bagaimana kondisimu?” tanyanya.
“Sudah lebih baik daripada kemarin,” jawabmu, walau lukamu belum pulih betul.
“Bagus. Mau menemani saya minum teh?” tawarnya yang tentu saja kamu iyakan. Selama dua hari ini kamu hanya menghabiskan waktu di kamar, hingga membuatmu kebosanan.
Suguru mengajakmu menikmati secangkir teh hangat sembari menikmati pemandangan langit berwarna keemasan di halaman belakang rumahnya.
Disana, matamu dimanjakan dengan indahnya berbagai tanaman yang dipangkas dengan rapi dan juga bunga-bunga cantik yang bermekaran. Tampaknya tukang kebun milik Suguru sangat handal dalam merawat kebun kecilnya ini.
“Pak Hanami, terima kasih sudah merawat kebun saya,” ujar Suguru, menyapa si tukang kebun yang tengah menyirami tanamannya.
“Bukan masalah, Tuan. Selamat menikmati tehnya dengan Nona. Saya permisi dulu,” balasnya, lalu meninggalkanmu dan Suguru berdua disana.
Suguru menyesap teh hangat pada cangkirnya dengan nikmat, kamu pun mengikutinya. Namun, luka pada bibirmu yang belum sembuh membuatmu mengernyit, menahan perih kala luka itu bersentuhan dengan air teh yang hangat.
”Nanami sialan,” rutukmu dalam hati. Mengingat dia lah penyebab utama atas luka-lukamu itu.
Suguru menatapmu sekilas, lalu berdehem pelan sebelum membuka obrolan diantara kalian, “Bibirmu masih luka?”
“Seperti yang kamu lihat,” jawabmu sembari menunjuk luka pada bibirmu yang terlihat sangat jelas, membuat Suguru terkekeh.
“Bagaimana? Apa kamu betah tinggal disini?” tanyanya lagi.
“Tentu. Kamu dan yang lainnya sudah menerimaku dan merawatku dengan sangat baik disini,” jawabmu.
Suguru tertawa pelan, “Dari cara bicaramu, kelihatannya kamu sudah merasa lebih nyaman dengan saya?”
“Kamu sendiri kan yang minta aku untuk bersikap layaknya teman sebaya?” balasmu.
“Benar. Jadi, tinggallah disini lebih lama,” ujarnya seraya menatapmu dengan senyuman yang menghias wajahnya.
“Temani saya disini,” sambungnya.
Semilir angin sejuk menyapu rambut Suguru yang tergerai. Cahaya mentari senja itu membuat Suguru tampak teduh dengan senyumnya yang menghangatkan hatimu.
”Tuhan, bagaimana bisa aku menolak sosoknya yang tampak seperti malaikat ini?” batinmu.
—tbc
“Persona”