05. Wet the bed
🔞 cw // nsfw , virginity , manipulate , foreplay , breeding kink
Malammu kali ini terasa riuh, tidak sesepi biasanya yang hanya terdengar suara jangkrik yang berbunyi semalaman suntuk.
Suara dalam milik Suguru yang sesekali membisikkan namamu membuat kepalamu kehilangan akal sehat, hingga tidak mampu berpikir jernih dan hanya berfokus pada lelaki yang jemarinya masih sibuk melonggarkan lubang senggamamu.
Kamu hanya mampu menggelinjang diatas ranjang sembari melenguh tanpa sadar. Bahkan piyama suteramu kini tidak serapih sebelumnya. Tali yang sebelumnya bertengger pada bahumu, kini telah turun hingga membuat payudaramu mencuat keluar hingga Suguru tidak tahan untuk mencumbunya.
“Suguru...” panggilmu susah payah.
“Hm?” sahutnya sembari menjilati kuncup payudaramu yang telah mengeras.
Deru napasnya yang menerpa kulitmu membuatmu kegelian, hingga tubuhmu bergetar.
“Aku mau... milik Suguru. Bukan jari... Suguru,” ujarmu tanpa malu.
Suguru mengeluarkan tangannya yang semula memanjakan bagian bawahmu, lalu tersenyum melihatmu yang tampak kacau dipenuhi oleh nafsu.
“Kamu yakin? Sekali melakukannya, mungkin saya nggak akan bisa berhenti,” tanyanya.
Kini ia menunjukkan jari-jarinya yang penuh lendirmu, “Apalagi milikmu masih sangat sempit. Sepertinya akan membuatmu sakit?” sambungnya.
Ia pun membuka celananya dan memperlihatkan miliknya yang sudah berereksi. Membuatmu berpikir sejenak, apakah sesuatu yang sebesar dan sepanjang itu dapat masuk ke lubang kewanitaanmu yang sebelumnya tidak pernah dijamah oleh lelaki manapun?
Suguru mulai menggesekkan penisnya itu ke daerah kewanitaanmu, membuatmu kesulitan menahan suara kala miliknya bergesekan dengan klitorismu yang sudah memerah.
Persetan dengan rasa sakit yang Suguru bicarakan, vaginamu hanya ingin memeluk erat penis besar miliknya saat ini juga.
“Suguru... masukkan.. cepat..” ujarmu dengan suara bergetar.
“Kamu nggak akan nyesel?” tanyanya sekali lagi sembari menyunggingkan senyumnya.
Kamu hanya mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun karena berusaha menahan suara desah yang sudah berada diujung lidahmu.
Mendapat persetujuan darimu seperti itu membuatnya tidak menahan diri lagi. Dilebarkannya kedua pahamu agar bibir keperawananmu terbuka lebih lebar untuk memudahkannya memasukkan miliknya kedalam sana.
Dengan perlahan, ia memasukkan alat kejantanannya yang telah berereksi ke dalam lubang senggamamu. Erangan pun keluar dari mulutmu kala milik Suguru berhasil menerobos masuk vaginamu yang masih sempit itu.
“Udah saya longgarkan seperti tadi pun milikmu masih sesempit ini,” ujarnya sembari menarik rambutnya yang menutupi sebagian wajahnya ke belakang.
Kamu tidak mengerti akan perasaanmu saat ini. Area kewanitaanmu terasa sakit dan penuh oleh penis Suguru yang masih bertengger di dalam sana, tapi kamu tidak ingin ia melepasnya.
Tanpa sadar, air mata mulai keluar dari sudut matamu. Membuat Suguru membungkukkan tubuhnya untuk menatapmu lebih dekat.
“Apa sesakit itu?”
Kamu tidak menjawabnya, namun tanganmu mulai mengusap air matamu sendiri dengan kasar. Suguru menahan tanganmu, lalu mengecup kedua matamu yang terpejam.
“Kalau kamu nggak bisa tahan, saya lepas aja ya?”
Jujur, kamu tidak paham dengan dirimu sendiri. Rasanya sakit tapi kamu tidak ingin ia menyudahinya.
Tanpa pikir panjang, kamu mengalungkan kedua tanganmu pada lehernya, “Jangan dilepas..”
Lagi-lagi senyuman terukir pada wajahnya yang makin membuat jantungmu berdebar. Ia mulai melumat bibirmu sembari memainkan kedua payudaramu yang sudah tumpah dari piyama suteramu.
“Kamu tau? Mulutmu yang di bawah sana kelihatannya juga enggan melepas milik saya,” ujarnya dengan napas terengah, merasa vaginamu menjepit miliknya makin erat.
Kamu dapat merasakan deru napasnya yang semakin berat kala mulutnya beralih menghisap putingmu yang sudah mengeras. Dengan kondisi lubang vaginamu yang masih dipenuhi oleh batang kejantanannya sembari dimainkannya kedua buah dadamu yang sensitif, membuat lenguhan terus keluar dari mulutmu yang masih terdapat sisa saliva milik Suguru.
Setelah rasa sakit yang kamu rasakan sebelumnya berangsur menghilang, Suguru mulai menarik miliknya keluar hingga membuat desahan keluar dari mulutmu bersamaan dengan keluarnya cairan kental milikmu yang membasahi seprai berwarna putih gading itu.
Suguru tertawa pelan, “Sepertinya kamu udah siap menghabiskan malam yang singkat ini dengan saya.”
Kamu hanya menutupi wajahmu, merasa malu.
Suguru pun mulai memasukkan kembali penisnya ke dalam vaginamu dan menarik kembali secara berulang-ulang dengan tempo lambat, membuatmu menggelinjang karenanya.
“Saya ingin melihat wajahmu,” ujarnya sembari menangkap kedua tanganmu, lalu menahannya di sebelah tubuhmu.
Ia kembali memasukkan dan mengeluarkan penisnya dengan cepat hingga membuat tubuhmu berguncang. Bahkan, payudaramu pun seolah ikut terkocok karenanya.
“Baru begini tapi kamu udah keluar berkali-kali,” ujarnya.
Suara raungan, desahan, kini bercampur dengan suara kotor dari aktifitas kejantanannya yang terus membobol keperawananmu.
“Ahh... Suguru.. hhh..” kamu kesulitan untuk berbicara.
Suguru makin mempercepat temponya sembari tangannya mulai menarik-narik kedua putingmu, membuatmu menjerit penuh nikmat.
“Suguru... hhhh.. berhenti.. Aku.. ahhhh– mau pipishh...”
“Silakan,” jawabnya, namun ia tidak menghentikan kegiatannya. Tangannya malah mulai meremas-remas dan mencubiti putingmu.
Kamu susah payah menahan air kencing yang rasanya sudah hampir keluar hingga kepalamu terasa geli sekali, sampai-sampai bola matamu memutar keatas. Lenguhan dan desahan makin sulit kamu tahan. Begitu pula dengan Suguru yang sesekali menggeram sembari menggerakkan pinggangnya tanpa henti.
Memohon berkali-kali pun Suguru tidak menghentikannya, hingga akhirnya air kencingmu keluar bersamaan dengan cairan hangat yang terasa memenuhi vaginamu dan membuatmu mengejang karenanya.
Tubuhmu melemas, hingga Suguru mencabut penisnya dan membuat cairan kental miliknya keluar dari vaginamu yang masih mengatup-ngatupkan bibirnya.
Direngkuhnya tubuhmu yang basah penuh peluh, diciuminya bahumu lalu memposisikan tubuhmu tengkurap dengan lutut yang menopang agar panggulmu terangkat.
Lagi-lagi ia menjejali lubang senggamamu dengan penisnya yang masih berdiri dengan gagah. Dibuatnya dirimu menggelinjang dan mendesah tanpa henti layaknya lacur yang begitu mendambakan penis besar pelanggannya.
“Kamu segitu sukanya ya saya genjot begini? Sampai-sampai kamu muncrat berkali-kali,” ujar Suguru sembari meremas-remas bokongmu yang licin akibat air mani kalian yang telah menyatu.
Posisi kali ini membuatmu semakin kewalahan. Bahan seprei yang lembut terus-menerus bergesekan dengan kedua putingmu yang terasa makin sensitif setelah dikulum dan dimainkan oleh Suguru sebelumnya, membuat tubuhmu bergerak tanpa kendali.
“Ngghhhh.... Suguru... berhenti..” pintamu dengan suara lirih.
“I don't want to,” ujarnya.
“Unless, you be mine! And never run from me,” sambungnya.
Ia pun mendekatkan wajahnya, lalu berbisik padamu.
“Stay with me... forever,” ditariknya kedua tanganmu ke belakang, lalu ia tahan dengan tangan kekarnya yang terasa sedikit licin sambil terus menggenjot lubang kewanitaanmu yang hingga membuatmu makin menggelinjang.
“Saya nggak akan berhenti sampai kamu bilang iya,” ancamnya.
Tanpa berpikir panjang, kamu mengiyakannya dibarengi dengan suara desahanmu yang terus menggema.
“Suguru-nghhh... berhenti..” pintamu, karena Suguru tidak juga menghentikannya meski kamu telah mengiyakan permintaannya.
“Sebentar lagi... saya ingin mengisi rahimmu sampai penuh,” ujarnya.
Samar-samar kamu mendengarnya mengerang, dan cengkramannya pada tanganmu terasa makin kuat seiring keluarnya cairan sperma yang kembali memenuhi vaginamu.
Setelahnya, tidak ada hal lain yang dapat kamu ingat karena hilangnya kesadaranmu saat itu.
Seberkas cahaya mengusikmu dari tidurmu yang pulas. Tubuhmu terasa sulit sekali untuk digerakkan, seolah ada yang menahan tubuhmu. Kamu pun membuka matamu perlahan, lalu mendapati lengan kokoh milik Suguru tengah mendekap tubuhmu yang polos tanpa balutan sehelai kain pun.
Seketika adegan erotis dengannya terputar kembali dalam ingatanmu, membuatmu merasa malu hingga merutuki dirimu sendiri karena bersikap demikian tidak sopannya pada dirinya.
“Istirahat lagi. Kamu pasti kelelahan,” suara baritone miliknya membelai lembut indera pendengaranmu. Membuatmu bergerak ingin membalikkan badan, namun sesuatu dibawah sana terasa mulai menekan bokongmu, hingga membuatmu mengurungkan niatmu.
“Suguru...” panggilmu lirih, lebih tepatnya kamu malu untuk mengatakan lanjutannya.
“Bagaimana bisa saya menahan diri ketika ada wanita cantik tanpa busana berbaring dalam dekapan saya?” ujarnya sembari meletakkan penisnya yang kembali menegang di sela kedua pahamu, membuat lenguhan keluar dari mulutmu.
Suguru menarik selimut untuk menutupi tubuh kalian berdua yang sama-sama polos tanpa balutan kain apapun. Lalu makin ia rapatkan tubuhmu padanya, hingga punggungmu dapat merasakan debaran jantungnya.
“Tubuhmu sudah dibersihkan, seprei dan selimut juga sudah diganti dengan yang baru oleh para pelayan.” ujarnya sambil menciumi ceruk lehermu.
Tiba-tiba kekehan kecil terdengar dari mulutnya, “Loh? Saya cuma mencium lehermu, tapi cairan ini merembes keluar sampai membasahi milik saya.”
Ia sedikit merogoh bagian bawahmu dengan dua jarinya, lalu menunjukkan cairan bening yang lengket melekat pada jarinya padamu.
“Semalam kamu ngeluarin ini banyak banget, sampai kamu pipis dan pingsan,” ujarnya.
“Stop!” kamu menarik selimut hingga menutupi wajahmu yang merah padam.
“Hmm.. saya akan berhenti kalau kamu cium saya,” jawabnya setengah bercanda.
1 detik.
2 detik.
Kamu masih tidak bergeming.
3 detik.
4 detik.
Jemarinya mulai mengelus-elus pelan perut hingga punggungmu.
5 detik.
“Nggak mau? Padahal semalam kamu menci—” kamu pun segera menyibakkan selimut dan menolehkan kepalamu untuk menyambar bibirnya sebelum ia melanjutkan ucapannya.
Kamu hanya memberinya kecupan singkat, lalu kembali menutup diri dalam selimut.
Suguru terkekeh pelan melihat tingkahmu, lalu memelukmu erat dan menciumi ceruk lehermu hingga punggungmu, membuatmu kegelian.
“Tadi katanya nyuruh aku istirahat,” cibirmu.
“Maaf. Ayo kita tidur lagi,” balasnya sembari mengubah posisimu hingga kamu menghadap kearahnya, membuatmu dapat melihat jelas tubuhnya yang atletis. Lalu mendekapmu hingga payudaramu bersentuhan dengan dada bidangnya.
Kamu menelan salivamu dengan berat lalu memejamkan mata, berusaha keras agar bayangan tadi malam tidak terlintas kembali dalam pikiranmu. Sedangkan Suguru hanya menyunggingkan senyum kala melihatmu demikian.
—tbc
“Persona”