Hidden Melody
Semi Eita x fem!reader as singers
📝 2,064 words ⚠️ Idol au, NSFW, not safe for works, not safe for minors, harsh words, explicit sexual content, blow job, deep throat, hidden sex
Sorak sorai terdengar bergemuruh dan hampir memekakkan telinga ketika kamu menyudahi lagu ketigamu dengan nada tinggi yang disambut oleh teriakan beruntun dari penonton yang sejak tadi terlihat bersemangat menyanyikan lagu bersamamu.
“Red Cherry!” riuh suara yang meneriakkan nama panggungmu terdengar seolah menggema hingga membuatmu kembali menoleh dan melambaikan tangan sembari berjalan menuju belakang panggung.
Kamu menghembuskan napas lega usai menampilkan tiga buah lagu milikmu tanpa hambatan yang berarti. Meski cuaca panas, ditambah dengan lampu sorot yang seolah membakar dan membuat tubuhmu banjir keringat, kamu cukup puas telah menampilkan yang terbaik yang kamu bisa.
Manajermu, Yachi, tergopoh-gopoh menghampirimu sembari menyodorkan sebotol air mineral dingin dan satu kotak kecil tisu untuk mengeringkan kulit wajah dan lehermu dari keringat.
“That was an amazing performance, Cher! Langsung balik ke waiting room ya, istirahat dulu,” ujar Yachi lalu menghambur pergi menghampiri beberapa staff setelah menyodorkan sebotol air dan tisu yang semula ia bawa kepadamu.
“Jangan macem-macem selama aku nggak ada!” sambungnya dengan nada mengancam yang hanya kamu balas dengan tawa lebar dan memberikan acungan jempol kepadanya.
Kamu dapat menangkap kekhawatirannya yang takut kamu diam-diam akan menemui kekasihmu, Semi Eita, di sela-sela acara festival musik yang menjadikanmu dan Eita sebagai salah satu pengisi acara. Namun, jika kamu sudah berusaha menghindar tetapi lelaki itu malah menunggumu di koridor sepi dekat ruang tunggu khusus yang disediakan untukmu, kamu bisa apa selain tersenyum senang?
“Can I steal your kiss?” bisik Eita ketika kamu tiba.
Bibirmu melengkung tanpa sadar, menampilkan seulas senyum tipis usai mendengarnya berkata demikian beraninya di tempat yang berpotensi membuat kalian tertangkap basah tengah berduaan.
“Is that all I get for my performance?” guraumu.
Eita terkekeh mendengar responmu, “Darl, you have no idea how much I was holding back from coming on stage, terus cium kamu di depan semua orang.”
Dia habis mabuk kecubung atau apa, sih? Benar-benar tidak ada takut-takutnya berkata seperti itu di tempat seramai ini.
Kamu melihat sekeliling, memastikan tidak ada seorang pun yang menyaksikan maupun mendengar ucapannya barusan. Lalu kamu menarik lengannya untuk masuk ke dalam ruang tunggu milikmu dan membanjirinya dengan omelan.
“Sem? Lu udah gila, ya? Kalo kedengeran staff gimana?” ocehmu yang mendapat respon lain darinya.
Bukannya merasa bersalah atau apa, Eita malah meraih lehermu yang terekspos sempurna, membelainya dengan tangannya yang sedikit kasar akibat bermain gitar dan voli, meninggalkan sensasi geli yang sedikit membuatmu bergidik. Jarinya bergerak menyusuri rahang dan pipimu sebelum ia memagut bibirmu guna mencegahmu mengoceh terlalu panjang kepadanya.
Kamu mendorong dadanya dan melepaskan ciumannya yang berbahaya sekaligus menggoda, “Eita...”
Bukan Eita namanya jika berhenti menggodamu. Ia tertawa dan menjilati bibirnya yang masih sedikit basah bekas menciummu, lalu ia menekan tubuhmu hingga punggungmu bersentuhan dengan daun pintu yang telah kamu tutup sepenuhnya.
“Eita, please jangan sekarang,” ujarmu sembari menatap wajahnya yang hanya berjarak dua jengkal saja dari wajahmu. Sedangkan netra cokelatnya menatapmu dalam-dalam seolah telah terkunci pada sosokmu yang tengah terpojok.
“Darl, no one will find us here. Semuanya lagi sibuk masing-masing, sebentar aja,” tuturnya berusaha meyakinkanmu.
Bukannya kamu tidak menginginkan waktu berduaan dengannya, mengingat kesibukan kalian berdua yang semakin menguras waktu dan tenaga hingga membuat kalian jarang bertatap wajah dan bersentuhan hingga membuat saat-saat seperti ini begitu mahal dan langka. Namun, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk bemesraan, sangat riskan bila seseorang menyadari dan menemukanmu tengah berduaan dengannya dalam ruangan tertutup seperti ini.
“Sumpah, cuma sebentar,” imbuhnya sembari membelai suraimu yang semerah buah ceri matang.
Kamu membuang napasmu kasar, menolaknya mati-matian dan beradu debat dengannya hanya akan memperlebar peluang untuk tertangkap basah oleh staff yang sesekali berkeliaran di lorong. Terlebih, ruangan khusus artist yang disediakan untukmu tengah kosong, Yachi, manajer sekaligus sahabat karibmu itu tampaknya sedang sibuk mengurus hal lain, jadi ini adalah satu-satunya kesempatan untukmu dan Eita bemesraan sebelum kembali terpisah oleh kesibukan.
Eita tersenyum lebar, matanya mengerling nakal ketika kamu mengiyakan permintaannya yang benar-benar ceroboh dan gila ini. Kentara sekali bahwa ia benar-benar senang dapat mencium dan menyentuhmu sesuka hati.
Kedua tangannya menangkup kedua pipimu lalu mencium bibir meronamu sembari lidahnya meliuk dan berdansa dengan lidahmu seolah diiringi oleh lantunan melodi indah. Perlahan sebelah tangannya bergerak, turun ke rahang, leher, lalu berhenti di tengkukmu dan menekannya. Sedangkan tangannya yang sebelah turun hingga mendapat posisi yang pas di punggungmu dan mendorongnya perlahan guna merapatkan tubuhmu padanya, membuat ciuman kali ini terasa panas hingga membuat kepalamu meleleh dan tanpa sadar kedua tanganmu telah mengalung manja pada bahunya.
Semi Eita benar-benar mampu membuatmu tergila-gila. Tidak hanya lantunan musiknya yang mampu memanjakan indera pendengaranmu hingga membuat tubuhmu merinding dan merona, tapi segala hal pada dirinya mampu membuatmu terpesona dan makin jatuh cinta.
Ciumannya yang terasa manis dan indah, sentuhan tangannya yang dengan lembut menyentuhmu, dan segala perlakuannya yang penuh sayang membuatmu kembali merasa hidup. Hari-hari yang memuakkan dan melelahkan seolah terobati olehnya.
Begitu pula bagi Eita. Hadirmu memberikan goresan warna baru dalam dinding hidupnya yang terasa hambar dan kelabu. Meski ia memiliki segalanya, mulai dari uang hingga popularitas, namun kehidupannya sebagai public figure membuatnya merasa kesepian dan terkekang. Ia tidak bisa bepergian sesuka hati, bertemu dengan sembarang orang hanya untuk duduk mengobrol sembari menyesap kopi, memposting hal-hal yang disukai, bahkan ia tidak bisa meluapkan isi hati meski rasanya ingin memaki sebab segala gerak gerik dan tutur katanya akan dilihat oleh penggemar dan wartawan, dan bukannya tidak mungkin bahwa ada segelintir orang yang benar-benar memantaunya hanya untuk memastikan kejatuhannya dalam berkarir.
Saliva yang menyatu telah membasahi bibir hingga dagumu ketika lidahnya menyudahi dansa menawannya yang hampir membuatmu hilang akal.
Pakaianmu yang serba mini tentu saja juga memengaruhi akal sehatnya. Terlebih ketika pinggulmu turun hingga membuat salah satu pahanya yang berada diantara kedua pangkal pahamu terasa hangat.
“Eita, fans lu kalo tau lu jago ciuman pasti makin gila?” ucapmu yang menuai kekehan darinya. Ia sedikit paham bahwa ketika kamu memanggilnya “Eita” alih-aliah “Sem” atau “Semi”, artinya kamu tengah marah, terkejut, atau ingin bercumbu mesra dengannya.
“Fans lu juga bakal makin gila kalo liat lu kayak gini, Cher,” balasnya sembari menyingkap rok mini yang kamu kenakan dan membelai lembut pahamu yang terbalut oleh kain stocking tipis berwarna hitam, namun segera menuai tepisan darimu.
“Gue kira cuma mau ciuman?” ujarmu.
“Emang lu puas kalo cuma ciuman?” balasnya dengan balik bertanya.
Kamu tertawa kecil mendengarnya, “At least, gue masih bisa nahan.”
“Really? Gua juga bisa,” jawabnya yang sepenuhnya dusta.
“Eita, kita masih ada last perform, loh. Lu yakin bakal tampil begini di depan fans lu?” tanyamu sembari menyentuh pangkal pahanya yang menonjol dan padat. Ia hanya meringis ketika kejantanannya mendapat perhatian dan belaian lembut darimu, tidak lagi mampu membantah.
“Kali ini di mulut aja, ya,” ujarmu yang perlahan mulai berjongkok hingga kepalamu sejajar dengan pinggul ramping pria berambut ash blonde di hadapanmu itu.
“Yakin?” tanyanya sembari mengangkat dagumu dengan sebelah tangannya yang mendapat anggukan darimu. Kemudian Eita mulai melepaskan gesper, kancing, dan resleting pada celana hitam miliknya, lalu dengan liarnya tanganmu menurunkan celana dalam yang ia kenakan hingga menampilkan kejantanannya yang sudah mengeras, hangat, dan lembab.
Kamu merasakan miliknya dengan kedua tanganmu. Merabanya, memijitnya, mengendus aroma khas miliknya yang begitu kuat hingga membuat kepalamu sedikit berkunang, lalu lidahmu terjulur untuk menjilati ujung penisnya yang sudah sedikit basah.
Miliknya tidak terlalu besar, tapi selalu terasa penuh dalam genggaman maupun mulutmu. Dan ukurannya yang panjang sering kali membuatmu tersedak dan terkadang membuatmu menjerit dan menggelinjang ketika menyodok bagian terdalam dari lubang vaginamu.
Pandanganmu seolah mengabur dan hanya terfokus pada gumpalan daging tebal yang ujungnya sudah memasuki mulutmu yang hangat dan penuh akan saliva. Namun, sesekali kamu mendongak menatap sang kekasih yang wajahnya merona dan dadanya naik turun seakan kesulitan bernapas. Tangannya menyentuh kepalamu, dan ibu jarinya mengusap pucuk kepalamu, membuatmu seolah-olah menjadi anak baik dalam situasi yang menyalahi moral seperti ini.
Kondisi cuaca yang panas dan gerah ini membuat aroma tubuh milik Eita menguar lebih pekat, dan entah kenapa malah membuatmu makin terangsang untuk melumat kejantanannya, dari ujung kepala penisnya, batang, pangkal, dan berujung pada dua gundukan di bawahnya yang kini kamu hisap dengan mulut basahmu hingga membuat Eita mengerang dan melenguh. Bahkan tangan kirinya ia gunakan untuk menumpu tubuh gemetarnya pada daun pintu yang tetutup, dan sebelah tangannya sedikit mencengkeram kepalamu hingga membuat rambutmu sedikit berantakan.
“Gua mau keluar...” ujar Eita sembari berusaha menjauhkan kepalamu. Namun bukannya menjauh, kamu malah makin menyiksanya dengan menempelkan bibirmu selagi kamu berbicara menanggapi ucapannya.
“Ke mana?”
“Ke luar negeri,” sahut Eita tanpa pikir panjang.
Kamu merespon candaannya dengan memasukkan kembali ujung penisnya hingga separuhnya memenuhi mulutmu sembari tanganmu memainkan gundukan buah zakarnya, membuatmu kesenangan ketika mendengar desahannya mencelos keluar dari tenggorokannya.
“Sumpah, ini mau muncrat,” imbuhnya.
“Mungah aha,” sahutmu dengan gumaman yang tidak jelas sebab mulutmu tengah tersumpal oleh penisnya yang penuh. (“Muncrat aja”)
Eita mengerang namun ia tak lantas mengeluarkan cairan hangat kental miliknya, melainkan ia pegangi kepalamu dan menekannya selagi ia gerakkan pinggulnya hingga membuat ujung penisnya menyodok tenggorokanmu beberapa kali, membuatmu kesulitan bernapas dan hampir muntah hingga air mata dan keringatmu bercucuran.
Eita tidak banyak bicara, membuatmu hanya mempu mendengar suara becek mulutmu yang tengah dijejali oleh penisnya, debaran jantungmu yang rasanya berdetak hingga ke kepala, erangan dan deru napas Eita yang berat, serta suara ketukan di pintu yang membuat jantungmu nyaris meledak.
“Cher? Pintunya kok dikunci? Tidur kah?” tanya seorang perempuan yang kamu yakini adalah manajermu sendiri, Yachi, dari balik pintu.
“Fuck,” gumam Eita yang penisnya menyemburkan cairan kental hangat dalam mulutmu hingga membuatmu terbatuk-batuk.
Eita menarik keluar penisnya dari mulutmu yang masih ternganga dengan lidah terjulur usai menelan sperma miliknya yang terasa sedikit asin. Kakimu yang semula berlutut kini melemas hingga terduduk dengan celana dalam yang basah kuyup, dan mungkin telah merembes ke luar hingga stocking yang kamu kenakan cukup lembab di bagian selangkangan.
Netra cokelat milik Eita mengedar ke sepenjuru ruangan hingga menemukan sekotak tisu di atas meja riasmu lalu memelesat pergi mengambilnya guna mengelap penis basahnya dan juga wajah hingga lehermu dari bukti-bukti kenakalan kalian berdua di tempat ini.
Lagi-lagi Yachi menggedor pintu dan meneriaki namamu, namun tentu saja kamu tidak meresponnya hingga terdengar suaranya berbincang dengan salah satu staff perihal kunci cadangan untuk membuka ruanganmu, lalu lorong kembali sunyi.
Kamu memutar kunci dan membuka pintu perlahan-lahan lalu kepalamu melongok keluar, melihat kanan dan kiri guna memastikan kondisi cukup aman untuk Eita keluar dari ruanganmu tanpa ketahuan.
“Kayaknya aman,” bisikmu memberinya kode untuk menyelinap keluar.
Tentu saja, Eita segera bergegas pergi dan kembali ke ruangannya sendiri yang berada di lorong lain dengan lancar dan aman. Semuanya terasa begitu mulus hingga tiba-tiba Yachi datang dengan seorang staff yang kamu duga telah membawa kunci cadangan.
“Astaga, kamu bikin orang panik aja! Ayo siap-siap, abis ini kamu perform lagi bareng Eita,” ujarnya sembari memberi kode kepada seorang staff tersebut untuk pergi setelah meminta maaf telah membuatnya sedikit kerepotan karena ulahmu yang Yachi sempat duga tertidur dalam ruangan.
“Hah? Sama Eita?” cetusmu dengan suara sedikit serak. Seingatmu, kamu beserta artists lainnya akan kembali tampil di penghujung acara dengan diiringi lantunan musik yang dimainkan oleh seorang Disc Jockey bernama Oikawa.
“DJ Oik masih prepare, pada minta kamu sama Eita buat ngisi dulu sambil nunggu,” jelas Yachi yang masih belum kamu pahami sepenuhnya.
“Kenapa harus sama Eita?” tanyamu, menuntut penjelasan darinya.
“Di medsos sempet rame soal Eita yang pengen collab sama kamu,” jawabnya.
“Jadi, ya.. ini momen bagus buat ngasih fans kalian kejutan. Lagian, bayarannya ditambah kok. Terus, nantinya kalian bakal lebih gampang ngasih alasan kalo ketahuan jalan berdua,” Yachi menambahkan ucapannya dan kini mulai terdengar masuk akal.
“Oke? Berarti gue ganti baju dulu, abis itu—”
Yachi menahanmu, “Gak usah, langsung ke panggung aja. Ini, minum dulu biar gak serak suaranya.”
“Udah gila ya? Mau bawain lagu apa aja gue gak tau.”
“Coba obrolin sama Eita sana. Kalian sering nyanyi bareng kalo ketemu, kan?” balas Yachi.
Ya, memang benar ucapannya. Namun terkadang melodi-melodi indah yang kalian lantunkan bersama tidak melulu lirik lagu penuh makna dan emosi yang biasa dinyanyikan di atas panggung maupun di studio rekaman. Melainkan juga melodi-melodi rahasia yang memang sengaja ingin kalian sembunyikan dari dunia. Cukup kalian berdua saja yang mendengarnya, cukup kamu dan Eita yang menikmati lantunan melodi indah satu sama lain yang mampu membelai jiwa hingga membuat tubuh bergetar dan dimabuk oleh cinta.
Tampaknya ini akan menjadi pengalaman gila selama kamu tampil di atas panggung. Kamu harus kembali berhadapan dengan kekasihmu yang baru saja memenuhi mulutmu dengan kejantanannya, menaiki panggung dan bersikap ceria meski celana dalammu dalam keadaan super basah dan lengket dengan lendir, ditambah lagi sekian banyak pasang mata akan memerhatikanmu. Sungguh, memikirkannya saja sudah membuat perutmu melilit dan bagian pangkal pahamu terasa kembali berdenyut-denyut.
©️ unatoshiru