Misunderstood
Higuruma Hiromi x fem!reader 🔞 Contains nsfw, vulgar, explicit content
Higuruma Hiromi's POV
Perasaan gugup dan nafsu yang memuncak benar-benar merusak akal sehatku. Aku tahu, memacu mobil dengan kecepatan segila ini memang berbahaya. Tapi aku benar-benar tidak bisa menunggu lama untuk menemui istriku di rumah. Beruntung, jalanan malam ini tampak lengang sehingga aku bisa memangkas waktu lebih banyak lagi.
Sebagai seorang suami, perasaan menggebu-gebu seperti ini adalah hal yang wajar, kan?
Mungkin selama ini aku tampak seperti pengecut, selalu menghindar darinya alih-alih berbincang atau menyentuhnya dengan sayang seperti sepasang suami istri pada umumnya. Tapi aku tahu betul bagaimana perasaan istriku, seorang wanita yang dengan terpaksa menerima pinanganku karena permintaan kedua orangtuanya.
Di saat pernikahan kami, dia memang tampak tersenyum di hadapan semua tamu. Tentu saja aku juga bersikap demikian di hadapan para tamu undangan dan kolega-kolegaku. Namun, mereka tidak tahu betapa pilunya suara tangisnya yang pecah di dalam kamar pengantin kami, tepat setelah usainya rentetan acara pada perayaan pernikahan kami malam itu.
Kenyataan pahit menghujamku, wanita yang ku nikahi membenciku. Dia benci pernikahan ini. Suara tangisnya membuatku bergeming di depan pintu, tidak berani mengetuk pintu dan menginterupsi kesedihannya. Sehingga aku pun berbalik dan memilih beristirahat di ruang kerjaku, tepatnya di sofa panjang empuk yang memang ku sediakan di dalamnya.
Pada minggu-minggu pertama pernikahan kami, semua terasa menyesakkan. Kami seumpama dua orang asing yang terperangkap dalam sebuah rumah. Tidak ada obrolan hangat yang dulu sempat ku bayangkan ketika masih lajang, hanya ucapan basa-basi yang begitu memuakkan.
Tapi aku menyayanginya. Aku tahu dia tidak menyukaiku dan membenci fakta bahwa ia telah ku nikahi, tapi ia masih tetap berusaha bersikap layaknya istri.
Aku sendiri memang tidak pernah memintanya mengerjakan perkerjaan rumah tangga seperti memasak atau membersihkan rumah, aku sudah membayar seorang wanita paruh baya yang selalu siap untuk mengerjakannya pada pagi hingga sore setiap harinya apabila ku minta. Dan aku membebaskan istriku untuk melakukan apapun yang ia sukai supaya tidak merasa ku kekang.
Meski begitu, terkadang aku memergokinya tengah menelpon pengurus rumah kami, menanyakan resep masakan yang sekiranya ku sukai. Lalu dia akan memasaknya untukku, walau ketika ku tanya dia akan berbohong bahwa ia membelinya. Tentu saja, tempat makan itu akan bangkrut jika memang menjual makanan dengan rasa seperti itu. Tapi aku tidak berkomentar apa-apa, hanya mengucapkan terima kasih karena ia sudah berusaha menyiapkannya.
Aku tidak suka melihatnya memasak di pagi hari. Pemandangan itu hanya akan membahayakanku di pagi hari. Melihatnya tampak sibuk menyiapkan makanan untukku dengan pakaian tidurnya yang minim dalam balutan apron cantik yang entah kapan ia beli, benar-benar membuatku kesulitan untuk menahan diri agar tidak memeluknya dan menggendongnya ke dalam kamar.
Benar, kamar pengantin yang seharusnya kami tiduri berdua. Bukan seperti yang selama ini kami lakukan, tidur terpisah di ruangan yang berbeda.
Namun, akan ku pastikan malam ini ia akan tertidur dalam dekapanku. Entah ia akan suka atau tidak.
Aku mengambil langkah-langkah panjang setelah memarkirkan mobilku, jantungku berdebar-debar seakan bisa meledak kapan saja. Aku hanya tidak sabar untuk menemui istriku dan menunjukkan kepadanya betapa besarnya hasratku untuk mencumbunya sehingga aku selalu menghindarinya.
Tanpa ku duga, dia membukakan ku pintu. Ia tampak gugup dan menunduk, seolah takut menatapku.
“M-mas,” panggilnya dengan ragu, sedangkan aku memandangnya dengan nafsu.
“Maaf, tadi aku udah kurang ajar waktu nge-chat Mas.”
Ia berbicara dengan nada sedih, bahkan tangannya tampak gusar meremas-remas ujung pakaian tidurnya yang berenda.
“Aku ngerti kalo Mas mau marah-marah atau ngehukum aku. Padahal Mas udah bela-belain kerja sampe lupa waktu, sedangkan aku bukannya support malah bikin Mas emosi.”
Marah katanya? Tunggu, apa sebenarnya yang dia pikirkan tentangku? Memangnya aku ini seorang lelaki dengan tempramen buruk?
“Kenapa kamu mikir saya mau marahin kamu?”
“Tadi Mas minta aku prepare for good or for bad 'kan? Jadi aku mikir kalo Mas bakal marah dan hukum aku,” cicitnya yang tampak ketakutan seperti anak kucing yang terpisah dari induknya.
Ketegangan di wajahku mengendur, bahkan seulas senyum terukir di wajahku bersamaan dengan ide jail yang tiba-tiba terlintas di kepalaku.
“Kamu tau hukuman seperti apa yang akan kamu terima?”
Ia menggelengkan kepalanya yang masih menunduk di di hadapanku.
Tanganku membelai pipi dan rahangnya dengan lembut, kemudian mengangkat wajahnya perlahan untuk menatapku, “Bagus, karena sebentar lagi kamu akan tau.”
Cantik. Benar-benar cantik.
Bibirnya yang ranum terasa lembut ketika bersentuhan dengan bibirku. Harum buah yang begitu manis pada bibirnya membuatku hilang akal hingga berusaha menjejalkan lidahku untuk menjelajah guna mengecap rasa manis di dalamnya. Awalnya ia merapatkan giginya, tidak memperkenankanku masuk, namun sekarang lidahnya seolah menyambut uluranku untuk berdansa.
Wajahnya merona, napasnya yang semula sudah patah-patah akibat gugup, sekarang makin berat hingga tersengal-sengal usai ciuman pertama kami.
Aku melepas jas hitamku dan melemparnya ke sofa, lalu melonggarkan dasiku sebelum kembali menciumnya.
“Kamu tau seberapa kerasnya saya menahan diri?” bisikku tepat pada telinganya
Tepat seperti dugaanku, tubuhnya memang sensitif. Sekadar bisikan saja mampu membuatnya bergidik. Mengetahui hal itu membuatku tidak bisa menahan diri untuk tidak menggigit daun telinganya, menciumi lehernya, dan meninggalkan bekas-bekas ciumanku di atasnya.
Mataku terpaku pada pakaian tidurnya yang berpotongan dada rendah sehingga menampilkan sebagian buah dadanya yang begitu menawan.
Aku berjalan perlahan lalu berdiri di balik punggungnya. Menciumi tengkuknya sedangkan tanganku menyusup ke dalam pakaiannya dan berhenti tepat di bagian dada. Kulitnya begitu lembut dan hangat, dan titik paling sensitifnya yang ku sentuh mulai berereksi dan mengeras layaknya penisku di bawah sana.
“Mas, stop –nghh“
“Keliatannya kamu suka, jadi saya gak akan berhenti.”
Tubuhnya bergetar dalam pelukanku, sedangkan tanganku masih sibuk membelai, memilin, dan mencubiti putingnya yang sudah mengeras itu.
Untuk pertama kalinya, ia memegang tanganku. Ia genggam kedua lenganku dengan erat seolah takut kalau melepasnya akan membuatnya limbung ke lantai. Sedangkan tanganku masih saja memainkan kedua putingnya, menikmati desahannya dan gerakan tubuhnya yang terus saja menggesekkan bokongnya pada penisku yang sudah menegang ini.
Aku sudah tidak mampu menahan diri lagi.
Segera saja ku turunkan celananya yang sudah basah dengan lendir. Aku tahu dia menikmati “hukuman” ini, jadi tentu saja aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Miliknya begitu sempit, membuat penisku sedikit kesulitan memasukinya. Aku bahkan sampai meremas-remas payudara dan menarik pahanya ke samping sampai miliknya menerima— tidak, bahkan sekarang rasanya dinding-dinding vagina itu serasa menghisap dan memijit-mijit penisku yang sudah berhasil bertengger di dalam sana.
Ia terus-terusan meracau, bahkan sempat berteriak dan berkata bahwa ia akan mati ketika milikku berusaha menjebol keperawanannya. Ia menangis dan mengeluhkan sakit, namun pinggul dan vaginanya tidak berhenti bergerak untuk menggodaku.
Ku ciumi lehernya, dan ku tinggalkan gigitan-gigitan kecil disana agar ia tidak fokus pada vaginanya yang masih terasa nyeri dan berdenyut hebat. Dan tidak lama kemudian, ia mengusap rahangku, wajahnya kini menatapku dengan syahdu dan lidahnya yang hangat membelai bibirku.
Wanita ini benar-benar tahu cara menggodaku.
Lidah kami sibuk memadu, sedangkan kejantananku tengah menggagahinya dengan keras hingga menciptakan suara seperti benda padat yang beradu dengan cairan berulang-ulang kali.
“M-mas.. Mas Hiro...” racaunya dengan suara bergetar.
Mendengar ia memanggil namaku dalam keadaan seperti ini membuat hasratku makin menggebu. Ku pegangi kedua tangannya yang licin —akibat keringat dan cipratan cairan licin miliknya ketika mencapai orgasm beberpa kali tadi— lalu menyodok lubang kemaluannya yang rasanya semakin menghimpit penisku dengan liar seolah-olah aku akan kehabisan waktu.
“Mas.. stop... hhngghh.. Mas Hiro..”
Semakin ia memohon, semakin tidak ku beri ampun. Sodokanku makin cepat, membuat tubuhnya mengejang dan bergetar-getar, bahkan payudaranya tampak indah bergelayutan. Sangat menarik. Namun tanganku harus memegangi kedua lengannya agar tidak tumbang.
Kini aku mengerti mengapa wanita dianggap sebagai surga dunia. Karena memadu cinta memang begitu nikmat, hingga mampu membuatku melupakan segala beban pikiran dan pekerjaan yang melelahkan.
“Panggil nama saya lagi, sayang.” Bisikku dengan suara yang kedengarannya lebih berat dari biasa yang ku ingat.
“Mas Hiro... Higuruma... Hiromi —nnghh!” ia memekik pelan ketika cairan hangat milikku memenuhi vaginanya.
Tubuhnya limbung dalam dekapanku. Tubuhku mulai lelah, tapi tampaknya istriku lebih lelah. Tanpa memedulikan cairan kental yang mulai menetes dari mulut vaginanya, ku gendong tubuhnya yang lunglai itu menuju kamar pengantin kami.
Tidak peduli dia akan suka atau tidak, aku ingin mendekapnya semalaman ini dan aku lah yang akan ia lihat ketika ia akhirnya membuka mata esok hari.
Istirahatlah, sayang. Kau aman dalam genggamanku, jadi tidurlah dengan nyenyak dan bermimpilah yang indah. Karena esok tubuhmu akan ku buat kelelahan, sebab mendengar rintih dan desahmu kini menjadi canduku.
©️unatoshiru