Writer's Secret 2
Suguru Geto x writer fem!reader x Sukuna Ryomen
5,558 words
⚠️ Tags: explicit sexual content, harsh words, adult language, NSFW, foreplay, mmf, threesome, rough sex, spanking, licking, biting, blowjob, double penetration, body fluids, squirting, etc (possible kink exploration)
Suara papan ketik yang kamu tekan terdengar seakan memenuhi penjuru ruangan, begitu jelas betapa sepinya suasana saat ini dibandingkan dengan semalam ketika Suguru dengan tanpa ampun menggagahimu.
Kali ini kamu lebih memilih untuk duduk bersila di lantai dan menggunakan meja lantai berukuran kecil guna menaruh laptop yang tengah kamu pakai untuk melanjutkan naskah ceritamu yang sempat mangkrak di bagian draft. Sedangkan Suguru, ia duduk tepat di belakangmu, membiarkan dirinya sebagai sandaran untukmu yang duduk diantara kedua pahanya. Tentu saja, tidak mungkin ia hanya diam menjadi sandaran. Tangan dan mulutnya tidak ada henti-hentinya menjahilimu seperti meraba-raba kulitmu dan mencium tengkukmu dengan dalih, “Sebagai penulis, kamu harus bertahan di setiap situasi, Sayang.”
Suguru merangkul perutmu dengan posesif dan menaruh dagunya di bahumu. Kamu bisa merasakan deru napasnya yang menyapu kulit lehermu, dan tidak lama mulai terasa sesuatu yang hangat dan basah menempel diatasnya. Ia menjilati lehermu dan menghisapnya hingga meninggalkan bekas-bekas kemerahan di sana sambil berkata, “Ini punya Suguru.”
Kamu terkekeh pelan, merasa lucu dengan tingkahnya yang hari ini terlihat lebih clingy dan posesif daripada biasanya. Hingga membuatmu bertanya-tanya, hal apa yang membuatnya seperti ini padahal ia tahu jelas bahwa kamu adalah miliknya. Dan akan selalu menjadi miliknya satu-satunya.
“Kak, aku mau nulis dulu sebentar,” ujarmu.
“Nulis aja, aku gak ganggu,” balasnya sembari meraba-raba dadamu yang hanya berbalut tanktop dengan jarinya. Sungguh, itu adalah jawaban yang sangat bertentangan dengan tingkahnya.
“Kak, please..” pintamu.
“Kamu mau lanjut nulis yang ngewe bertiga itu?” tebaknya.
Tentu saja kamu terkejut, berarti ia diam-diam sudah membaca salah satu dari beberapa draft yang kamu tulis. Fantasi tentang dua pria dan satu wanita yang bercumbu di suatu malam yang panjang, tentunya pernah membayangi pikiranmu sehingga kamu langsung menuangkannya dalam bentuk tulisan. Namun, kamu tidak begitu yakin dengan apa yang kamu tulis, sebab kamu benar-benar menulis tanpa adanya pengalaman dan hanya berdasarkan fantasimu semata. Fantasi liar bahwa dua Suguru menggagahimu dengan nafsu yang luar biasa besar.
“Kamu baca draft ku lagi?”
“Iya, kamu kan udah ngizinin aku buat baca-baca dan kasih kamu masukan?” jawabnya.
Kamu terdiam dan tidak bisa menyanggahnya, karena kamu memang benar-benar melakukannya. Namun kamu tidak tahu bahwa dia juga akan serius dan terus membaca apa pun yang kamu tulis tanpa merasa jijik ataupun memandangnya rendah. Justru ia malah dengan senang hati membahasnya denganmu atau melakukan reka adegan seperti yang kamu tulis untuk membantumu menemukan suasana dan feel yang tepat dengan apa yang kamu tulis.
“Sayang, are you want to actually try it yourself?”
Kamu sedikit terkejut dengan ucapannya. Tidak menyangka ia akan menanyaimu hal yang kamu sendiri tidak begitu yakin, apakah kamu ingin merasakannya sendiri atau akan membiarkannya terkubur dalam pikiranmu saja. Meski membayangkannya saja sudah cukup membuat vaginamu berkedut dan mendamba.
“Kak, I'm a writer after all. I have to put myself in my characters' shoes and fully immerse myself into their experiences,” balasmu.
Kamu kembali berbicara setelah jeda selama beberapa saat, “But I don't know if I have the guts to actually do it in real life. It's just something I'm exploring in my writing, Kak.”
Suguru tidak lantas menyahuti ucapanmu, ia malah membenamkan wajahnya di ceruk lehermu dan tangannya mulai menangkup kedua payudaramu dan meremas-remasnya.
“But.. what if you had the chance to experience it for real, Yang? Wouldn't it be tempting and exciting?” bisiknya sembari tangannya masih menjamah dadamu hingga membuat kedua putingmu tampak menojol dari balik tanktop ketat yang tengah kamu kenakan.
Bukannya menjawab, kamu malah melenguh pelan dan tubuhmu sedikit berjengit karena ulahnya. Tanganmu yang semula berada di atas papan ketik, kini beralih pada punggung tangan Suguru yang masih memainkan dadamu seenaknya sendiri.
Tidak mungkin seorang pencemburu sepertinya mengizinkan pria lain untuk ikut bercinta denganmu, bukan? Ya, benar. Apalagi seorang pria baik-baik sepertinya, benar-benar tidak mungkin berpikir demikian.
Kemudian ia memagut bibirmu, dan lidahnya mulai bergerak menjelajah ke dalam, yang tentu saja kamu terima dengan mulut terbuka. Tubuhmu mulai melemas dan sedikit panas, namun sebuah notifikasi pesan menginterupsi waktumu bermain lebih intim dengannya.
Suguru melepaskan ciumannya tanpa melepaskan rangkulannya sedikit pun dan memintamu untuk mengecek ponselmu yang baru saja berbunyi.
“Siapa, Yang?”
“Tetangga sebelah, katanya ada paket buat aku. Tapi.. seingetku, aku gak pesen apa-apa,” jawabmu dengan napas tersengal-sengal.
“Oh, tadi pagi aku pesen sesuatu. Pake Same Day, kirain bakal sore nyampenya,” sahutnya dengan tenang.
“Kak, Sukuna mau kesini..” ucapmu yang kemudian disusul dengan suara ketukan pada pintu kamarmu.
Mau tidak mau, kamu bangkit dari posisi dudukmu yang nyaman dalam rengkuhan hangat Suguru dengan malas dan berjalan mendekati pintu. Merepotkan sekali memiliki tetangga yang keras kepala seperti Sukuna, batinmu.
Sukuna berdiri di balik pintumu, menunggumu membukakan pintu dengan bermacam-macam pikiran. Terlebih kamarmu yang biasanya ia dengar ramai dengan suara-suara erotis, kini terbilang cukup sepi, bahkan kamu sendiri tidak kunjung keluar dari kamarmu meski sudah ia ketuk berkali-kali.
Namun, ketika ia hendak mengetuk pintumu sekali lagi, pintumu terbuka dan membuat jantung Sukuna yang sudah lama mati dengan cinta, kembali berdegup. Rona merah di wajahmu yang tampak malu-malu, mata indah yang tampak seperti kaca, rambut yang kamu tata dengan asal hingga helaiannya menutupi sebagian dahimu, leher yang menawan dengan bekas-bekas kemerahan yang menghiasi, tanktop yang sedikit merosot hingga membuat payudaramu tampak ingin keluar, dan... puting susumu yang begitu kentara hingga dapat membuat seorang Sukuna diam mematung di hadapanmu.
“Sukuna?” panggilmu, berusaha menyadarkan lamunannya.
Ia menjadi sedikit salah tingkah di depanmu dan segera saja ia menyodorkan paket yang ada di tangannya kepadamu. Dan tanpa sengaja, ujung paket berukuran tipis itu malah menggesek putingmu yang sudah mengeras hingga membuatmu mendesah dan sukses membuat milik Sukuna menegang hebat.
Tentu saja, kamu sendiri terkejut dengan tingkahmu sendiri hingga reflek menutup mulutmu sendiri dengan tangan. Malu, malu sekali. Rasanya kamu ingin membenamkan diri di dalam bagian terdalam bumi hingga tidak dapat ditemukan oleh siapapun lagi. Sedangkan Sukuna, matanya semakin terkunci padamu, memandangmu dengan nafsu menggebu yang selama ini ia tahan, dan tubuhnya benar-benar menginginkanmu. Sepertinya ia bahkan tidak lagi peduli dengan fakta bahwa kamu telah memiliki seorang kekasih.
Jika bukan karena kekasihmu, Suguru Geto, yang tiba-tiba menghampirimu dan meminta Sukuna untuk singgah, mungkin kamu tadi sudah menutup pintu dan menghindar dari Sukuna sejauh-jauhnya.
“Sayang, gak apa-apa kan kalo Sukuna mampir di sini dulu?” tanya Suguru dengan senyum yang menghiasi wajah tampannya.
Demi Tuhan, kamu tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran kekasihmu itu. Tunggu, apa dia serius dengan ucapannya tadi denganmu? Tidak. Tidak mungkin.
“Gak usah, gua langsung balik aja. Gua cuma mau nganter paket lu aja kok,” sanggah Sukuna, walau dalam hati ia sedikit menyesali ucapannya sendiri.
“Yakin lu mau balik dalam keadaan ngaceng begitu?” balas Suguru yang mendapat tatapan tajam dari Sukuna.
“Maksud lu apa?”
“Gak mau ngerasain ini?” ujar Suguru sembari meremas sebelah payudaramu di hadapan Sukuna yang urat di lehernya terlihat sedikit menegang, terlihat sekali ia mati-matian menahan nafsunya sendiri.
Kamu memekik pelan ketika Suguru kembali meremas-remas payudaramu. Dan beruntungnya, lokasi kamarmu dan Sukuna berada di lantai paling atas dan hanya dihuni oleh kalian berdua, sehingga tidak ada penghuni kost lain yang mendengar pembicaraan kalian.
Pikiranmu mulai tidak karuan, bahkan tubuhmu sendiri mulai sulit dikendalikan ketika berpikir bahwa dua pria di hadapanmu ini akan memangsamu di atas ranjang bersama-sama. Sial, tanpa sadar kamu merapatkan kedua pahamu karena memikirkan hal itu.
Melihat tubuhmu yang mulai menggeliat dalam pelukan Suguru dan mendengar suaran desahanmu yang menggelitik telinganya, Sukuna menyeringai, memamerkan gigi-giginya seperti predator yang bersiap untuk menerkam mangsanya. Tentu saja ia tidak akan repot-repot mencari alasan untuk menolak, karena hal ini lah yang ia tunggu-tunggu setelah beberapa kali hanya dapat mendengar betapa hebatnya kamu dan kekasihmu bercinta dari balik kamarnya.
“Gasss!” seru Sukuna yang melangkah masuk ke dalam kamarmu dan mengunci pintu, ia benar-benar sudah menyerahkan akal sehatnya pada nafsu.
Suguru yang mulanya merangkulmu, kini mendorong pelan tubuhmu ke atas ranjang. Membiarkanmu menatap dua pria berbadan kekar itu melepas pakaiannya, bersiap memangsamu hidup-hidup hingga kamu menangis dan memohon.
Ketika mereka mulai menurunkan celana, kamu hanya terpikirkan satu kata. Mati. Kamu mungkin akan mati jika kedua penis yang besar itu memasuki lubang senggamamu.
Jika sebelumnya kamu berpikir bahwa milik Suguru besar, maka milik Sukuna lebih besar lagi. Rasa merinding dan ngeri mulai menjalar ke seluruh tubuhmu ketika terpikirkan sebuah kemungkinan, bahwa bisa saja kedua penis itu akan merobek alat kelaminmu dan menciptakan rasa sakit melebihi saat pertama kali kamu melakukannya dengan Suguru.
Sukuna menghampirimu lebih dulu dengan penisnya yang setegak pedang, setebal tongkat kayu, berurat, berwarna lebih gelap dari milik Suguru, dan berdenyut-denyut seakan menggodamu untuk menyentuhnya.
Tanganmu menyambut godaan itu. Miliknya terasa hangat dan padat sekali di dalam genggamanmu, dan cairan kental sedikit membasahi ujung penisnya. Kamu tahu, dia pasti tidak sabar ingin menjejalkan miliknya dan bermain-main denganmu. Namun sebelum itu terjadi, Suguru mulai berbicara untuk memeringati.
“Sukuna, gua ajak lu kesini buat bantu cewek gua eksplorasi suasana dan feel dari tema yang lagi dia tulis. Jangan ngarep lebih, apalagi baper, dan lu wajib pake kondom!” ujarnya sembari melempar sebungkus kondom pada Sukuna.
“Hm? Writer? Writer bokep?” sahut Sukuna sembari menangkap lemparan dari Suguru dan beralih menatapmu dengan ekspresi terkejut. Sedangkan kamu malah memalingkan wajah dengan malu dan Suguru menanggapi dengan kekehan pelan.
“Gak usah ngeliatin gue begitu,” pintamu pada Sukuna.
“Kenapa? Bikin lu tambah sange?” balasnya.
“Gak! Gak mungkin gue sange sama cowok yang baru gue kenal!” sanggahmu. Alih-alih untuk meyakinkan kedua pria disana, sanggahanmu barusan malah lebih terasa seperti kamu yang sedang berusaha meyakinkan dirimu sendiri. Tidak mungkin kamu terangsang karena tubuh atletis ataupun penis besar milik pria yang tampak menyebalkan itu, tidak di hadapan kekasihmu sendiri.
Sukuna tertawa, kamu berkata demikian namun tanganmu masih saja memegangi kejantanannya yang kedutnya makin terasa seiring kamu membelainya.
“Your words say one thing, but your body tells a different story,” ujarnya sembari menurunkan celana pendek yang kamu kenakan hingga menampilkan celana dalammu yang sudah terlihat sangat lembab.
“You can't deny that you're attracted to him, Sayang. Belum diapa-apain aja kamu udah becek banget,” imbuh Suguru yang sama sekali tidak membantumu. Ia malah ikut menarik turun celana dalam yang kamu kenakan dan melepasnya bersamaan dengan celana pendek sepaha yang semula Sukuna turunkan dengan tangannya. Sungguh kerja sama yang menyebalkan!
Lebih gilanya lagi, seingatmu mereka berdua tidak saling mengenal, bahkan Sukuna sendiri tampaknya tidak tahu nama kekasihmu itu. Tetapi, ajaibnya mereka malah terlihat sekompak ini untuk membuat tubuhmu menggila dan mendambakan atensi dari mereka berdua.
Suguru mulai naik ke atas ranjang yang semakin terasa sempit karena kehadiran Sukuna. Ia mencium keningmu sebelum berbisik, “Don't overthink it, Sayang. Just relax and let yourself enjoy the moment.”
Kemudian, ia memagut bibirmu. Melumatnya dengan lembut sebelum memadukan lidahnya denganmu seperti tarian sensual yang mempu membuat kepalamu seolah melebur dengan sensasi hangat dan mendebarkan. Tangannya yang terasa hangat membelai lembut perutmu, lalu merayap turun, turun, dan semakin turun hingga jarinya menyentuh klitorismu dan menggeseknya pelan, dan sesekali mencubitinya dengan lembut.
Begitu saja rasanya tubuhmu sudah mulai menggila. Ditambah lagi dengan Sukuna yang tiba-tiba menarik turun tanktop yang sudah benar-benar mengetat di dadamu, membebaskan kedua gundukan yang putingnya sudah mengucup keras. Tubuhmu menggelinjang hebat kala lidahnya bergerak-gerak liar di atas kuncup sensitifmu itu, sedangkan tangannya menggesek-gesek dan menarik-narik kuncup di sisi lain.
Kamu benar-benar tidak bisa berpikir rasional saat ini. Tubuhmu bertindak semaunya sendiri, pinggulmu sesekali terangkat dan menggeliat, jantungmu bertalu-talu yang bahkan debarannya terasa seperti menjalar hingga ke kepala, vaginamu berdenyut-denyut liar seakan tidak sabar untuk dihujam oleh penis-penis besar milik kedua pria itu, klitoris dan puting susumu yang dimainkan secara bersamaan mulai membengkak dan semakin membuatnya terasa lebih sensitif sehingga membuat cairan bening memancar keluar dari lubang kewanitaanmu dan membuat tangan milik Suguru basah.
Suguru lantas melepaskan ciumannya, napasmu tersengal-sengal seperti ikan yang terdampar di atas daratan, sehingga ia membiarkanmu menghirup oksigen sebanyak-banyaknya sebelum ciumanmu kembali dicuri. Tidak, kali ini bukan Suguru yang mencurinya. Mulutnya tengah sibuk menciumi lehermu yang sudah basah dengan keringat, meninggalkan jejak-jejak kepemilikannya di atas bekas-bekas kemerahan dan gigitan yang semalam telah ia berikan. Ia ciumi lehermu, tulang selangka yang menurutnya seksi, dan berhenti pada dadamu. Dada sekal yang putingnya memerah dan membengkak, sebab semalaman Suguru menghisapnya kuat-kuat, dan sekarang... bahkan Sukuna tampaknya juga tertarik untuk menyiksa kedua payudaramu sama seperti halnya Suguru.
“Ini dilepas aja, ya? Ganggu. Apa mau gua robek?” tanya Sukuna sembari memegang tanktop-mu yang sudah memerosot hingga ke perut. Pakaian itu sepertinya benar-benar tidak ada lagi harga dirinya di situasi seperti ini.
Kamu hanya mengisyaratkan padanya untuk membantumu melepasnya. Ia mengangguk dan tangannya mulai menarik tanktop-mu itu naik ke atas, melewati kepala dan lenganmu yang kamu angkat. Lalu dengan kurang ajarnya ia membaui ketiakmu yang masih sensitif karena waxing yang kamu lakukan pada beberapa hari yang lalu. Tiupan dari mulutnya membuatmu kegelian, dan lidah hangatnya yang basah dengan saliva malah menjilati. Membuatmu tanpa sadar merapatkan kedua pahamu karena rasa geli yang menggelenyar di pangkal paha.
Dan kini, kamu sama bugilnya dengan kedua pria itu. Tidak ada sehelai pakaian pun yang menutupi bagian tubuhmu.
Sukuna berbisik di telingamu, membuatmu merinding hingga tubuhmu begetar. Tidak. Bukan rasa takut yang menghantui atau mengintimidasi yang kamu rasa, melainkan rasa takut bahwa kamu akan menyukai suara beratnya yang terdengar penuh dengan nafsu itu menggema di telingamu yang memerah, “You're so damn sexy.. just as I imagined.”
Wajahmu terasa menghangat, tidak, sebenarnya seluruh tubuhmu kini terasa panas hingga keringat merembes keluar dari kulitmu, dan kamu dapat memastikan betapa merahnya wajahmu saat ini tanpa harus repot-repot mengeceknya di depan cermin.
Kamu tidak tahu harus merespon pujian sensualnya itu seperti apa, selain dengan suara desahan yang keluar dari mulutmu kala Suguru memasukkan kedua jarinya ke dalam vaginamu yang sudah sangat basah dan berlendir. Pinggulmu menggeliat dan sedikit terangkat karena sensasi gila yang kamu rasakan ketika payudara kirimu yang dihisap kuat-kuat oleh Suguru dan yang sebelah kanannya diremas-remas oleh tangan kekar Sukuna, lidah Sukuna yang meliuk-liuk di dalam mulutmu setelah ia gigit lembut bibirmu, dan tangan Suguru yang tanpa belas kasih mengobok-obok lubang senggamamu dengan kedua jarinya secara bersamaan.
Tubuhmu bergetar hebat karenanya, entah sudah berapa kali cairan pelumas memancar dari kewanitaanmu sehingga tubuhmu sudah mulai melemas, meski vaginamu tampaknya masih cukup bersemangat untuk mengapit dan memijit. Beruntung, Suguru sudah melapisi kasurmu dengan dua lapis selimut tebal di atasnya, sehingga kamu tidak perlu khawatir akan membasahi dan mengotori kasurmu lagi. Alasannya, tentu saja karena pada hari sebelumnya ia memang berniat untuk menggagahimu sebanyak seratus kali selama libur pada weekend ini, jadi dia sudah melakukan banyak sekali persiapan. Bahkan dia sampai membelikanmu beberapa vitamin, memastikan ada sayuran di dalam menu makanmu, dan ia juga memastikan tubuhmu cukup bergerak meski hanya berjalan kaki minimal tiga puluh menit perhari. Tampaknya ia ingin staminamu meningkat selama diatas ranjang bersamanya.
Mulanya kamu hanya menganggapnya bercanda, tapi melihat keseriusannya membuatmu menjadi meragukan pendapatmu sendiri.
Sukuna bangkit dari posisinya, ia rengkuh pinggangmu, dan menarikmu dalam dekapannya. Ia posisikan tubuhmu agar bersandar pada dada bidangnya dan menghadap ke depan, menghadap ke arah Suguru yang tengah merobek bungkus kondom dengan giginya, bersiap untuk menghunuskan penisnya yang tebal itu ke dalam lubang vagina yang sebelumnya sudah ia persiapkan dengan jari-jarinya.
Tangan kekar Sukuna mulai menyentuh pahamu, lalu ia lebarkan ke samping dan membuat kewanitaanmu yang basah dengan lendir itu terekspos dengan sempurna. Tidak berhenti disitu, tangannya mulai bergerak ke atas, perlahan-lahan, dan berhenti tepat pada lubang vaginamu yang berkedut dan terlihat sudah sedikit memar akibat semalaman suntuk digagahi oleh kejantanan Suguru, lalu ia renggangkan lubang tersebut dengan kedua jarinya, seolah-olah membantu untuk menggoda kejantanan pria di hadapanmu agar segera menyumpal lubang elastis itu dengan penisnya.
“Udah ngangkang nih, Bos! Siap dientot!” ujar Sukuna.
Suguru sendiri sebenarnya tidak pernah mengira, bahkan ia sama sekali tidak pernah membayangkan dirinya akan bercinta denganmu bersama satu pria lain. Bahkan ia pun baru kali ini bertemu dengan pria itu, pria asing bernama Sukuna yang kini tengah merengkuh tubuhmu tanpa dihalangi oleh sehelai kain pun.
Tanpa menunggu lama, Suguru segera memasukkan penisnya yang sudah kembali merindukan pijatan-pijatan sensual yang diberikan oleh vaginamu. Ia mengerang lega ketika penisnya telah berhasil masuk, “Gila! Kamu udah semaleman dipake masih sempit aja, Yang.”
Tubuhmu mengejang dan menggeliat dalam dekapan Sukuna. Kamu semakin hilang akal ketika punggungmu yang sudah dibasahi peluh beradu dengan dada bidangnya yang terasa padat, jarinya menggesek-gesek klitorismu yang sudah membengkak kemerahan, sebelah tangannya memegangi payudaramu yang basah akibat peluh dan saliva dari kedua pria itu, dan lidahnya menari-nari pada daun telingamu. Sungguh stimulasi yang gila!
“Kak Sug.. nghh.. Kak Suguru..” rintihmu pelan, tidak sanggup menahan rangsangan sebesar itu. Mendengarnya, sang pemilik nama tersenyum senang karena namanya kamu sebut di sela-sela desahanmu.
Suguru menyugar rambut panjangnya yang sengaja ia gerai, mata sipitnya menatapmu dengan beragam pikiran cabul, dan seulas senyum masih bertengger di wajahnya yang berpeluh dan berona merah di kedua pipinya.
“Kenapa, Sayang? Keenakan?” tanyanya sembari menyodokmu dengan ritmis.
Hanya lenguhan yang kamu keluarkan, kamu tidak mampu menjawab karena mulutmu sibuk bergulat dengan lidah Sukuna.
Melihatmu yang tampak menikmati dan sibuk beradu lidah dengan pria lain, membuat Suguru merasa dilematis. Dadanya bergemuruh, tidak suka kamu menerima Sukuna dengan mudahnya. Kamu hanyalah miliknya. Milik Suguru satu-satunya.
Suguru mencengkram pinggangmu, membuat tubuhmu sedikit terangkat hingga melepaskan ciumanmu dengan Sukuna, dan sodokannya menjadi lebih keras dengan ritme yang cukup cepat.
Kamu tidak lagi didekap oleh Sukuna, melainkan oleh Suguru yang menopang tubuhnya dengan kedua lututnya di atas ranjang. Ia pegangi kedua pahamu yang melingkar di pinggulnya, dan tanganmu berpegangan pada bahunya yang lebar dan licin dengan keringat.
Tentu saja, Sukuna tidak akan diam saja. Ia benar-benar sosok pria yang mampu mengambil kesempatan dalam segala situasi. Ia mendekat dan memasukkan satu jarinya ke dalam lubang anusmu. Beruntung, vaginamu terus menerus menumpahkan cairan kental sehingga dapat Sukuna gunakan sebagai lubricants alami untuk melonggarkan anusmu. Lalu ia masukkan satu jarinya lagi. Dan satu lagi, hingga ia rasa lubang sempit itu dapat menerima penis besarnya yang sudah menegang sejak tadi.
Sejujurnya kamu tidak terlalu merasa, karena fokusmu kini adalah pada vaginamu yang seperti sedang dijajah oleh kejantanan Suguru. Kamu sendiri tidak begitu yakin seperti apa rasanya ketika jari-jari Sukuna meliuk-liuk di dalam anusmu karena hujaman dari Suguru terasa begitu mendominasi, selain perasaan seperti ada sesuatu yang mengganjal di rongga anusmu tentunya.
Setelah memastikan cukup longgar dan tidak ada penolakan darimu, Sukuna mulai memasukkan penis besarnya yang tentu saja sudah ia balut dengan kondom pemberian Suguru. Ia masukkan dengan perlahan-lahan agar kamu tidak kesakitan, dan sedikit demi sedikit hingga masuk seluruhnya.
Kamu menjerit, terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Sukuna. Sedangkan Sukuna mengerang karena anusmu gila-gilaan menjepit miliknya, padahal ia baru berhasil memasukkan penisnya separuh saja.
“Akh! Robek! Nanti robek!” jeritmu sembari merangkul tubuh Suguru yang sedikit licin dibanjiri keringat.
“Shhhh. Rileks, Sayang,” bisiknya dengan lembut.
“Gak bisa! Gak bisa! Gak muat!” racaumu.
Sukuna memegangi pinggulmu, berusaha fokus untuk memasukkan miliknya yang sedari tadi sudah tidak sabar untuk menunggu gilirannya.
“Anjing, sempit banget!” ujarnya sembari menggeram.
Ini gila. Sangat gila.
Dua pria berpenis besar ini benar-benar seperti tengah menjajah setiap lubang pada tubuhmu. Sungguh, melakukan anal sex tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikiranmu. Bahkan ide itu belum pernah sekalipun terbayangkan selama kamu menulis.
Setelah dirasa anusmu sudah dapat menerima penisnya, ia mulai menggerakkan pinggulnya seirama dengan gerakan Suguru yang tengah menyodok lubang bagian depan.
“Sugus.. memeknya pasti sempit banget ya?” tanya Sukuna
“Nama gua Suguru, goblok!” sahut Suguru.
“Oke, Sugulol. Suguru tolol,” balas Sukuna dengan tidak tahu malunya.
“Bacot lu, Sukuntol!” jawab Suguru, tidak terima dikatai tolol oleh Sukuna.
Sukuna tidak lagi menyahuti. Rahangnya mengeras, giginya terkatup rapat, dahinya berkerut, dan matanya terpejam. Ia merasa sesuatu akan muncrat dari penisnya sehingga ia hujam anusmu dengan tempo lebih cepat dari sebelumnya. Dan begitu pula dengan Suguru, mereka menggunakan tempo yang sama cepatnya demi capai klimaks yang akan membuat tubuh mereka seperti melayang dengan penuh kenikmatan duniawi.
Tubuhmu seperti melayang di udara, namun sejatinya kamu memang benar-benar seperti melayang karena tubuhmu diangkat dan diapit oleh kedua pria berpenis besar yang menopang tubuh mereka dengan kedua lutut di atas ranjang. Tidak ada hal lain yang dapat kamu dengar selain suara becek yang erotis, deru napas berat kedua pria yang tengah menggenjotmu dari depan dan belakang secara bersamaan, serangkaian erangan penuh nikmat dan nafsu memuncak dari mereka, ranjang kayu yang berderit-derit keras, dan detak jantungmu yang meledak-ledak tidak karuan.
“Akh! Kak! Pelan-pelan... udah.. Sukuna!” racaumu yang sudah kewalahan. Namun bukannya memelankan tempo, mereka malah makin menggempurmu dengan liar hingga tubuhmu mengejang dalam apitan tubuh berotot mereka, menengadah, mulut terbuka hingga lidah sedikit menjulur dan meneteskan saliva, bahkan kelopak matamu tidak sanggup menahan stimulasi yang begitu hebat sehingga sesekali terpejam menahan geli dan rasa nikmat yang sulit kamu gambarkan.
“Gimana, Sayang? Enak digenjot sama dua cowok?” tanya Suguru.
Kamu hanya menggumam tidak jelas hingga membuat Sukuna tertawa sembari menyampirkan rambutmu yang tergerai hingga leher dan bahumu yang mengkilap oleh keringat terekspos.
“Sampe merem melek gini masa gak enak?” sahut Sukuna yang kini tangannya memainkan payudaramu, menggenggamnya, meremas-remas dengan gemas, dan sesekali mencubit serta menarik puting susumu yang berkali-kali lipat lebih sensitif saat ini.
“Ahh... stop.. aku gak kuat..” cicitmu lirih dan terbata-bata.
“Gak bisa, Sayang. Memek kamu aja masih jepit-jepit minta digenjot sama kontolku,” balas Suguru yang sama sekali enggan untuk berhenti meski cairan hangat dari vaginamu sudah mengalir membasahi kedua paha hingga lututnya. Bahkan, saking banyaknya, cairan licin itu juga mengalir hingga ke lubang anusmu dan membuat Sukuna basah, meski tidak sebasah Suguru yang penisnya memang sedang berada di dalam liang vaginamu.
“Aduh, anjing! Gua genjot boolnya aja udah enak banget! Gua mau juga ngerasain jepitan memeknya si lonte ini!” seru Sukuna yang masih menggempur lubang pantatmu.
“Sayang? Kamu gak malu sampe dikatain lonte?” bisik Suguru dengan napas berat dan suara yang serak.
“Hm? Apa malah bangga dikatain lonte?” imbuhnya.
“Hngghh.. aku... ahh... bukan lonte...” jawabmu dengan susah payah hingga berlinangan air mata yang malah mendapat sambutan tawa renyah dari kedua pria itu. Kedua pria yang stamina dan nafsunya seperti monster.
“Iya.. kamu bukan lonte, Sayang. Kamu pacarnya Kak Suguru,” hibur Suguru sembari mengecup pipi dan kelopak matamu agar berhenti menangis.
“Lu pacar gua juga sekarang, nanti gua entot setiap hari,” sahut Sukuna sambil mencium bahumu dan dihadiahi tepukan keras pada dahinya oleh Suguru.
“Gak usah ngimpi lu, setan! Ngocok aja lu sendiri!” seru Suguru yang geram mendengar Sukuna tiba-tiba mengklaim dirimu adalah kekasihnya juga secara sepihak.
“Udah ngentot dahsyat gini masa gak lanjut, jing?” protes Sukuna.
Ah, diperebutkan oleh kedua pria bertubuh kekar dengan penis besar yang mampu memuaskanmu sampai seperti ini membuat tubuhmu seperti dipenuhi kupu-kupu, sedikit geli hingga membuatmu menggeliat dan bergesekan dengan tubuh mereka dari sisi depan maupun belakang tubuhmu.
“Kak... nghhh... aku mau... pipis...” rintihmu.
Tanpa membuang banyak waktu, Suguru dan Sukuna dengan kompaknya bergerak ke arah samping, ke tepi ranjang, lalu berdiri bersamaan hingga membuat tubuhmu benar-benar melayang tinggi dari pijakan bumi dalam gendongan mereka.
“Pipis aja, Sayang,” ucap Suguru setelah berdiri agak jauh dari kasur.
Tidak lama setelah ia berkata demikian, cairan hangat memancar dari uretramu hingga mengalir membasahi kaki Suguru dan Sukuna.
“Maafhhh... ahh.. hhh.. maafhh..” cicitmu dengan wajah merah dan mata berkaca-kaca.
“Cute banget, anjing!” seru Sukuna yang penisnya makin terasa membesar di dalam lubang anusmu.
“Jangan pasang muka kaya gitu, Sayang..” gumam Suguru yang sudah ingin memuncratkan cairan kental miliknya di dalam sana, hingga ia sodokkan penisnya dengan perlahan namun agak menyentak.
Suguru menghentakkan pinggulnya sebelum mencabut keluar penisnya dan kemudian di susul oleh Sukuna yang juga mencabut miliknya setelah ejakulasi.
Tubuhmu mulai limbung. Jika saja Sukuna tidak menahan punggungmu, mungkin kamu sudah terjatuh karena tanganmu sudah tidak lagi memiliki tenaga untuk berpegangan pada bahu Suguru.
Suguru melepas tangannya yang semula mencengkram kedua pahamu hingga meninggalkan bekas kemerahan di atasnya. Ia biarkan Sukuna menggendongmu dan kembali merebahkan tubuhmu di atas ranjang.
Melihatmu yang tampak kepayahan, Suguru mengambil sebotol air mineral yang ada di atas meja dan membantumu untuk minum.
“Buat gua mana?” tanya Sukuna yang dihadiahi tatapan tajam oleh Suguru.
“Lu siapa, kontol? Ambil sendiri, lah!” sahutnya.
“Pelit banget, anjing!” umpat Sukuna.
Suguru mulai kelelahan, jika di malam sebelumnya ia tidak menghabiskan staminanya untuk menjantanimu semalaman suntuk, ia pasti sudah kembali menghujam lubang sempit milikmu yang masih berdenyut-denyut lapar itu.
Ia duduk di tepi ranjang, lalu bersandar di atas tumpukan bantal dan guling milikmu untuk memulihkan energinya. Sedangkan Sukuna, penisnya sudah kembali menegang setelah melihat tubuhmu yang mengkilap dibanjiri keringat menggeliat lemah hingga membuat payudaramu bergetar indah, kejantanannya seakan siap untuk kembali bersenang-senang.
“Sug, ada kondom baru, gak?” tanya Sukuna selepas mengikat kondom yang penuh dengan cairan mani miliknya yang semula ia kenakan.
“Gak modal lu,” sahut Suguru.
“Mikir, anjing! Masa gua lagi bugil gini lari-lari ke kamar gua dulu buat ambil kondom? Bukannya lanjut ngentot, gua malah ditangkep warga!” balas Sukuna.
“Tai!” ujar Suguru yang terkekeh sembari melempar dua bungkus kondom untuknya.
Sejujurnya kamu ingin tertawa mendengar ocehan mereka yang terdengar sangat akrab meski saling memaki. Namun tubuhmu terlampau lelah hingga tidak mampu bereaksi demikian, dan akhirnya kamu lebih memilih untuk fokus mengatur napasmu dan denyut jantungmu sendiri agar kembali stabil.
“Gak lanjut lu?” tanya Sukuna yang kini tengah merobek sebungkus kondom baru dan memasangnya pada batang kejantanannya yang licin dengan mani.
“Lu dulu dah, takut encok gua,” jawab Suguru.
“Oh iya, lu udah ngentot semaleman anjing! Kontol lu yang gak seberapa itu gak copot aja udah syukur.”
“Bangsat lu, tukang nguping!”
“Kedengeran ya, anjing! Sampe gua gak bisa tidur!” keluh Sukuna.
Tentu saja. Bukannya bersiap tidur, dia malah memainkan penisnya sendiri. Ia lakukan berbagai stimulasi pada penisnya sendiri seperti memijat, mengelus, dan menggosoknya dengan tangannya sendiri sambil mendengar desahan, erangan, dan suara erotis lainnya dari kamarmu. Ia bahkan berfantasi tengah menyodokmu hingga membuatmu memanggil namanya di sela-sela desahanmu.
“Ngocok kan lu?” tebak Suguru dengan tingkat akurasi yang cukup sempurna.
Sukuna tidak mau repot-repot menjawabnya. Ia memilih untuk kembali bersenang-senang dengan tubuhmu, dengan memasukkan penisnya ke dalam lubang vagina yang sudah sejak beberapa malam lalu ia bayangkan betapa nikmatnya diapit olehmu.
“Suguru bangsat! Memek cewek lu enak banget!” seru Sukuna yang mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, membuat suara derit kayu dan suara becek —dari kemaluanmu yang basah beradu dengan miliknya yang padat— terdengar memenuhi penjuru ruangan.
Setiap sodokannya membuat tubuhmu berguncang hingga payudaramu seakan ikut melompat-lompat. Sukuna makin menyodok vaginamu dengan liar, cukup berhasil membuat tubuhmu kelimpungan. Pinggulmu bergerak-gerak tanpa arah bahkan sampai terangkat, membuat punggung dan kedua kakimu menopang bokongmu hingga tampak seperti jembatan.
“Ahh... please... gede banget...” racaumu.
Sukuna mencondongkan tubuhnya, mengikis jarak diantara kalian berdua dan membisikkan namanya di telingamu, “Sukuna.”
Benar, ia sangat ingin mendengar namanya kamu sebut kala ia menghujammu seperti sekarang ini. Sama seperti ketika kamu menyebut nama Suguru dengan suara lembut yang memikat seperti tadi.
Sukuna mengecup lehermu yang basah, lalu menggigitnya hingga membuatmu memekik. Sungguh gila, dia bukan siapa-siapa tapi ingin meninggalkan bekas kepemilikannya di tempat-tempat yang semula sudah dijajaki oleh Suguru.
“Duh.. you drive me absolutely crazy,” bisik Sukuna sembari mencium pipimu.
Tanpa sadar, mulutmu terbuka seakan mendamba sebuah ciuman panjang darinya. Dan tentu saja, ia dengan senang hati memberikannya untukmu. Sebuah ciuman panjang yang panas dan mampu membuatmu hampir lupa caranya bernapas.
Sukuna tampak begitu menikmati, bahkan lengan kekarnya dengan mudahnya mengangkat tubuhmu dari ranjang tanpa melepas penisnya maupun ciumannya. Lalu ia duduk di tepi ranjang dengan tubuhmu yang duduk di atas pangkal pahanya dan kedua lenganmu melingkar pada lehernya.
Kabut cemburu dan kesal mulai merebak ke dalam hati Suguru kala melihatmu tampak begitu menikmati. Ia benar-benar cemburu melihatmu mengalungkan tangan pada lehernya ketika berciuman dengan Sukuna, ia tidak suka melihat pinggulmu bergerak naik turun seolah-olaah tubuhmu sangat menikmati dan jatuh cinta pada penis milik Sukuna yang hanya berukuran sedikit lebih besar darinya. Dia bahkan benci melihat tangan kekar Sukuna memeluk pinggangmu dengan posesif. Ia sangat cemburu! Itu semua adalah hal yang seharusnya kamu tujukan hanya kepadanya, hanya kepada Suguru seorang. Bukan malah kamu berikan juga kepada pria asing bernama Sukuna itu.
Terlebih lagi, wajahmu yang tampak makin cantik meski dipenuhi oleh peluh dan juga saliva, menampilkan ekspresi yang sangat menggoda dan membuat suasana hati Suguru makin berkecamuk. Kamu menggigit kecil bagian bawah bibirmu sembari memejamkan mata ketika bokongmu bergerak naik turun diatas kejantanan milik Sukuna.
Telapak tanganmu bersandar pada dada bidang Sukuna. Padat, kekar, hangat, basah oleh keringat, dan debaran jantungnya yang berdetak liar dapat kamu rasakan dalam tanganmu.
Persetan dengan moralitas! Tubuhnya sangat atraktif hingga tanpa sadar membuat tubuhmu seperti dengan sengaja menggeliat di atas dadanya. Dan tanganmu dengan jahilnya mengelus-elus kedua puting kecilnya yang mengeras, dan sesekali menggaruk-garuk lembut dengan kukumu hingga membuat Sukuna mengeraskan rahangnya.
Kamu penasaran, seperti apa rasanya jika puting susumu beradu dengan miliknya? Apakah akan terasa lebih enak?
Untuk memuaskan rasa penasaranmu, tanganmu mulai memegang kedua payudaramu selagi Sukuna memegangi pinggulmu untuk membantumu bergerak naik turun seakan tengah menunggangi kuda. Setelahnya, kamu arahkan putingmu pada puting kecil miliknya dan menggesek-gesekkannya.
Rasanya geli, tapi menciptakan sebuah adiksi yang unik pada tubuhmu. Kepalamu terasa merinding, dan dadamu makin membusung ketika rasa nikmat tidak mampu lagi kamu tahan. Segala tingkahmu barusan juga membuat Sukuna terangsang hingga ia hampir tidak bisa menahan ejakulasi.
“Ahh... Sukuna...” desahmu keenakan sembari menggesek sebelah putingmu sendiri dengan miliknya, dan yang sebelahnya lagi kamu mainkan sendiri dengan jari tanganmu.
“Ah! Fuck!” erang Sukuna ketika akhirnya ia mendengarmu memanggil namanya dengan nada sensual.
Ia benar-benar tidak bisa menahan diri, ia kenyot sebelah payudaramu yang cabul, ia hisap kuat-kuat seakan setelahnya akan ada susu lezat yang keluar darinya, lalu kedua tangannya mencengkram pinggulmu dan menggerakkannya dengan tempo yang lebih cepat guna percepat Sukuna capai klimaks. Kamu yang lebih dulu capai, menggelinjang hebat hingga tubuhmu mengejang di atas pangkuannya.
Menyaksikan itu semua sudah cukup membuat penis Suguru kembali bangkit dan berdenyut-denyut lapar.
Setelah Sukuna capai klimaks, ia memelukmu sebelum kembali melepasmu di atas ranjang. Dan saat itu, Suguru menarik tanganmu hingga membuatmu merangkak mendekati penisnya yang sudah berdiri karenamu.
Kamu menungging di depannya dengan mulut yang mengecup ujung penisnya. Aroma amis yang bercampur dengan sesuatu yang mirip seperti cairan pemutih itu membuat kepalamu sedikit pusing dan mual. Namun kamu berusaha menahan diri setelah Suguru berkata dengan nada serius, “If you spit it out, I'll have to punish you.”
Senyuman telah pudar dari wajahnya, hal itu membuatmu tidak nyaman dan mendadak membuat kepalamu kembali berfungsi normal hingga mampu memikirkan Suguru yang suasana hatinya tampak berubah.
Kamu bertanya-tanya apakah ia marah, atau hanya kelelahan saja? Tapi, jika ia benar marah, apa yang membuatnya marah? Dan jika ia kelelahan, tubuhmu bahkan berkali-kali lipat lebih lelah karena terus digempur oleh kedua pria itu tanpa adanya jeda yang cukup untukmu memulihkan diri. Oh ya, terima kasih atas insiatif kekasihmu yang tadi memberimu minum, jika tidak, mungkin tadi kamu sudah benar-benar ambruk karena lelah dan dehidrasi. Dan jika bukan keduanya, lalu apa? Mungkinkah ia cemburu atas ide gila yang ia cetuskan sendiri?
Kamu mulai memasukkan penisnya ke dalam mulutmu. Besar sekali, benar-benar besar hingga membuat rahangmu sangat pegal dan mulai sakit, mustahil rasanya jika gigimu tidak akan menyentuhnya.
“Jangan kena gigi! Lidahnya dipake!” titah Suguru.
Tidak suka! Kamu tidak suka ini!
Dimarahi olehnya malah membuat tubuhmu semakin panas. Bahkan ketika kamu memberikan kenikmatan pada penisnya dengan mulutmu, kamu malah dengan sengaja menggesekkan kedua puting susumu ka atas selimut lembab yang menjadi alas sekaligus saksi betapa liarnya kalian bercinta.
Oh, sial. Melihat tubuhmu yang molek menungging sensual membuat Sukuna tidak tahan untuk kembali menyambar bokongmu dan kembali menjejalkan penisnya ke dalam vaginamu yang lagi-lagi mengeluarkan cairan kental berwarna bening hingga menetes-netes. Bagi Sukuna, itu adalah undangan terbuka untuk penisnya yang seperti tidak mengenal rasa puas.
Hujaman demi hujaman yang kamu terima dari Sukuna membuat tubuhmu berguncang hingga mulutmu terasa makin sakit dan kebas karena penis Suguru yang berada di dalam mulutmu seperti ikut menyodok hingga hampir membuatmu ingin muntah dan kesulitan bernapas.
Matamu mulai berkaca-kaca, bahkan air mata sudah mengalir dari sudut matamu, mengharap belas kasih dari pria di hadapanmu. Namun, bukannya menolong, Suguru malah memegangi kepalamu dan menggerakkan kepalamu secara ritmis sampai penisnya memuncratkan cairan putih yang terasa sedikit manis dan beraroma amis. Alih-alih menelan, kamu malah memuntahkannya sambil terbatuk-batuk karena hampir tersedak karenanya.
“Kamu gak apa-apa, Sayang?” tanya Suguru yang kini menangkup dagumu yang basah dengan spermanya.
Kamu hanya mengangguk lemah, tidak sanggup lagi bersuara selain melenguh, mendesah, dan merintih.
“Sugus.. kalo gak pake kondom pasti lebih enak..” ujar Sukuna dengan suara berat dan patah-patah sembari menghentakkan pinggulnya beberapa kali hingga wajahnya menampilkan ekspresi lega dan penuh nikmat.
“Suguru, bangsat!” koreksinya.
Tubuhmu ambruk dan terkulai lemas di hadapan kekasihmu. Napasmu masih tersengal-sengal, dan tubuhmu masih bergetar-getar, terlebih pinggulmu yang masih menggeliat dan berkedut hebat setelah digempur habis-habisan. Bahkan, sepertinya kamu sudah tidak merasakan persendianmu lagi saking lemasnya. Sisanya hanya mengandalkan reaksi murni dari tubuhmu sendiri, gerakan jujur yang sama sekali tidak kamu buat-buat bahkan kamu sadari.
Begitu pula Sukuna yang mulai kelelahan hingga ikut merebahkan tubuhnya pada kasur milikmu yang berukuran sedang itu, lalu ia lepas kondom yang sejak tadi mengurung burungnya seperti sangkar dan melemparnya asal. Ia terlentang dengan penisnya yang tampak layu, tidak sebesar dan setegak sebelumnya. Mungkin, jika disentuh juga tidak akan sekeras tadi, melainkan sedikit lembek, basah, dan licin oleh sperma.
Baru saja kamu bernapas lega karena berpikir kegiatan yang melelahkan ini telah berakhir. Suguru mulai menepuk-nepuk dan meremas bokongmu yang sekal.
Suguru dengan egoisnya ingin sekali lagi melakukannya, berdua denganmu saja, tanpa Sukuna, tanpa embel-embel ingin membantumu mencari inspirasi. Ia ingin menikmati tubuhmu sendirian, ingin hilangkan bekas-bekas kenikmatan yang ditinggalkan oleh Sukuna pada tubuh elokmu dan menggantikannya dengan sesuatu yang baru dari Suguru. Karena kamu adalah miliknya. Milik Suguru yang tidak rela ia bagi dengan siapa pun.
Tidak ada lagi kondom yang tersisa, sehingga ia masukkan begitu saja penisnya itu ke dalam. Dan ini adalah pertama kalinya ia melakukannya tanpa menggunakan kondom, sehingga ia sedikit merasa takjub ketika penisnya dapat merasakan lubang vaginamu yang basah dan hangat itu secara langsung. Bahkan pijatan-pijatan pada dinding lubang ajaib itu memberikan stimulus yang luar biasa padanya hingga membuatnya terpejam dan mengerang.
“Kak... udah... nghh...” cicitmu.
Suguru tersenyum tipis melihatmu memohon untuk berhenti, namun bokongmu masih bergetar-getar di hadapannya dan vaginamu masih terasa berkedut dan memijit penisnya.
“Udah apa, Sayang? Udah gak tahan mau diewe lagi? Hm? Mau disodok keras-keras lagi?” tanyanya sembari menampar bokong sekalmu.
Kamu memekik dan mulai menangis. Bukan, tamparannya tidaklah sakit meski suaranya terdengar cukup kencang. Tubuhmu hanya tidak tahan dengan rasa nikmat yang diberikan oleh Suguru. Tamparannya, omelannya, suara tegasnya, semuanya malah membuat libidomu kembali memuncak.
Suguru mulai menggenjot bokongmu hingga membuat payudaramu yang menggantung indah berguncang dan melompat-lompat. Ah, pasti lebih enak jika sepasang tangan kekarnya memeganginya, menopangnya agar tidak melompat-lompat seperti ini.
“Jawab, Sayang,” titahnya sembari menampar bokongmu lagi hingga meninggalkan bekas kemerahan seukuran telapak tangan.
Kamu menggeleng pelan. Tanganmu gemetar, tidak kuat untuk menopang tubuhmu dalam posisi menungging seperti ini.
Seolah sadar, Suguru menarik kedua tanganmu ke belakang dan memeganginya sambil menyodok lubang vaginamu makin kencang.
“Enak abis digenjot tetangga kamu?” tanyanya lagi.
Kamu yang dalam kondisi tidak mampu berpikir, menjawab asal, “Nghh.. enakhh..”
Tubuhmu mengejang dan hampir menegak dengan mulut terbuka dan lidah menjulur ketika Suguru menghentakkan penisnya kuat-kuat hingga rasanya seperti menyundul ujung lubangmu. Sakit. Cukup sakit hingga membuat air mata mengucur dari mata sembabmu.
“Kenapa, Sayang? Sakit?” tanya Suguru setelah menarik tubuhmu hingga punggungmu menyentuh dada bidangnya yang licin.
“Iya... sakit...” cicitmu.
“Maaf, Sayang. Maaf udah bikin kamu kesakitan,” bisiknya dengan nada bersalah karena sempat terbawa suasana dan sedikit emosi, lalu ia mencium pipi basahmu dan kamu mengangguk pelan menerima maafnya.
“Mau udahan aja?” tanyanya.
Kamu menggeleng lemah, “Aku mau... Kak Sug...”
“Mau apa? Hm?” balasnya dengan jahil.
“Dikontolin... Kak Sug... hhh... jangan keluar.. di dalem...” jawabmu terbata-bata dan susah payah.
Suguru tersenyum gembira mendengarnya dan kembali melanjutkan genjotannya yang kian brutal sembari menampar-nampar bokongmu sesekali.
“Gimana ya kalo pembacamu tau penulisnya lagi ngewe bertiga sama pacar dan tetangganya?” tanyanya.
“Ahhh.... nghhh... jangan,” sahutmu.
Suguru hanya tersenyum dan kembali fokus pada kegiatannya, tanpa memedulikan Sukuna yang tengah menyaksikanmu bercinta dengan Suguru, sembari tangannya mengocok penisnya sendiri yang sudah kembali bangkit.
Sukuna mendekat, ia todongkan penisnya di hadapanmu. Tidak, ia tidak memintamu untuk memanjakannya dengan mulutmu, melainkan ia ingin rasakan kepala penisnya yang sensitif itu mencumbu puting susumu.
Menyebalkan! Rasanya enak sekali! Sensasi hangat dan licin dari ujung penisnya yang masih menyisakan air mani bersentuhan dengan kuncup sensitifmu yang membengkak, ditambah dengan vaginamu yang masih dihujami dengan penis Suguru yang rasanya seperti menggila di dalam sana, benar-benar membuatmu hilang akal.
Tanpa disangka, Sukuna meletakkan penisnya di bagian tengah dadamu. Tepatnya diantara kedua payudaramu yang melompat-lompat tiap kali Suguru menyodokkan penisnya ke dalam lubang sempit milikmu. Kemudian, ia genggam kedua payudaramu dengan tangan kekarnya yang licin oleh mani, lalu merapatkannya ke tengah dan mengapit penisnya yang sangat hangat di dadamu.
Kamu pasrah, benar-benar pasrah ketika Sukuna menggerakkan pinggulnya dan membuat penisnya bergerak naik turun di dalam apitan payudaramu.
“Gila! Teteknya keliatan kecil tapi enak juga dipake begini!” komentar Sukuna yang membuatmu malu.
“Hasil gua grepe tiap hari itu,” sahut Suguru yang membuat Sukuna merasa iri. Ia membayangkan Suguru meremas-remas payudaramu, menjilati, dan menghisapnya seperti bayi setiap hari. Dia juga inginkan surgawi itu.
Ah, Sukuna sudah tidak tahan lagi. Air maninya muncrat hingga mengenai wajah dan dadamu, lalu mengalir ke bawah hingga ke perutmu. Membuatmu lagi-lagi menggeliat namun Suguru lantas menampar bokongmu yang terlalu jujur hingga membuat jepitanmu pada penisnya makin terasa.
“Suka kamu digituin Sukuna?” tanyanya.
“Nghh... mau... peju.. Kak Suguru juga..” cicitmu, tidak peduli kalimat yang kamu lontarkan memiliki korelasi atau tidak dengan pertanyaannya.
Tidak lama, cairan hangat dan lengket membasahi punggungmu setelah Suguru mencabut penisnya ketika ia akan ejakulasi. Kemudian Suguru melepaskan genggamannya pada pergelangan tanganmu perlahan-lahan hingga kamu jatuh menelungkup ke atas kasur dengan pelan.
Suguru yang kelelahan segera merebahkan tubuhnya tepat di sebelahmu. Ia tidak peduli apa pun lagi. Dia hanya ingin istirahat. Terserah jika Sukuna yang sama lelahnya ikut mengambil posisi rebahan di sampingmu. Yang jelas, Suguru berniat akan mengusirnya setelah energinya pulih nanti.
Sedangkan kamu, kamu hanya bisa pasrah. Rasanya lelah. Lelah. Lelah sekali. Dan ingin terpejam, tertidur pulas untuk waktu yang lama tanpa diganggu oleh apapun, termasuk oleh kedua pria yang kini mengapit tubuhmu dengan badan besar mereka, tertidur pulas di sebelah kanan dan kirimu sembari lengannya memeluk perutmu.
Ah, menyebalkan! Lengan mereka terasa berat sekali. Rasanya sumpek, gerah, dan membuatmu tidak bisa leluasa bernapas. Walau begitu, kamu tetap terhanyut dalam tidur yang menenangkan karena rasa aman yang kedua pria itu berikan kala memelukmu dalam tidurnya, meski tidak terlalu nyaman.
Kamu hanya berharap, saat terbangun nanti, otakmu masih mampu mengingat moment ini untuk memperbaiki tulisanmu agar dapat menciptakan suasana dan rasa yang cukup realistis.
Dan semoga, tulisanmu dapat diterima dengan baik oleh para pembacamu, supaya kerja kerasmu pada hari ini tidak menjadi sia-sia. Meskipun kekasihmu sendiri sudah beberapa kali mengatakan bahwa, “Kalo gak ada yang suka, gak masalah. Kamu masih punya aku, Sayang. Aku pembacamu nomor satu yang akan terus dukung kamu.”
Ya, semoga saja Suguru akan tetap menjadi pendukung setiamu sampai kapan pun. Meski mungkin nantinya kamu tidak lagi menulis. Dan ia akan tetap mendukung apapun yang kamu kerjakan.
©️ unatoshiru